LAPORAN
PRAKTIKUM IRIGASI DAN DRAINASE
Pengukuran
Kecepatan Infiltrasi Permukaan Lahan
Disusun
Oleh :
Nama :
Nico Dwi Ardiyansah
NPM :
E1J013079
Shift
: C1 Rabu Pukul 10:00 Wib
Dosen
: Sigit Sudjatmiko Ph.D
Coass
: 1. Debby Yuliani
2.
Putri Mian H.
LABORATORIUM
AGRONOMI
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
kegiatan pertanian sering kali masalah air yang menjadi penghambat keberhasilan
para petani untuk mendapatkan hasil yang memadai, dalam praktek kegiatan
irigasi untuk mengairi lahan pertanian, sering sekali dibutuhkan besaran
infiltrasi suatu daerah, hal ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar
debit air dan seberapa lama waktu yang diperlukan dalam mengairi lahan
pertanian.
Besarnya infiltrasi ini
juga sangat penting dalam menentukan tingkat kesuburan suatu lahan, apabila
infiltrasinya sangat kecil maka ketika terjadinya hujan akan adanya aliran
permukaan yang dalam jumlah besar sehingga unsur mineral pada lapisan top soil
akan terkikis habis oleh aliran permukaan tersebut.
Dalam praktek kegiatan irigasi, sering dibutuhkan besaran
infiltrasi untuk suatu daerah tertentu. Besaran ini umumnya hanya dapat
diperoleh dengan pengukuran atau analisis tertentu. Memang tidak mungkin untuk
memperoleh besaran infiltrasi yang dapat mewakili suatu daerah yang luas secara
keseluruhan, akan tetapi upaya-upaya tertentu dapat dilakukan untuk
mendekatinya.
Secara praktis pengukuran infiltrasi
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang besaran dan laju infiltrasi serta
variasi sebagai fungsi waktu. Cara pengukuran yang dapat dilakukan adalah
dengan pengukuran lapangan menggunakan alat infiltrometer. Dikenal dua macam
infiltometer, yakni single ring
infiltrometer dan double ring
infiltrometer.
Single
ring infiltrometer merupakan silinder baja atau bahan
lain berdiameter diantara 25-30 cm. Panjang alat kurang lebih 50 cm. Alat ini
dilengkapi dengan tangki cadangan air. Untuk alat yang sederhana, tangki air
dapat diganti dengan ember. Pada dinding silinder terdapat skala dalam mm dan hook gauge. Selain itu masih perlu
dilengkapi dengan bantalan kayu dan pukul besi untuk memasukkan silinder ke
dalam tanah.
Double
ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan single ring infiltrometer yang
disebutkan sebelumnya kecuali adanya tambahan satu silinder lain dengan
diameter kurang lebih dua kali silinder yang disebutkan sebelumnya.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan
praktikum ini adalah menentukan laju infiltrasi suatu daerah menggunakan single
ring Infiltrometer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam
tanah, yang umumnya (tetapi tidak mesti) melaliu permukaan dan secara vertical
Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus kebawah yaitu kedalam
profil tanah. Gerakan air kebawah di dalam profil tanah disebut perkolasi (Arsyad,
2010).
Infiltrasi adalah
proses meresapnya air atau proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui
pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang jatuh di
permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan mengisi
cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Sedangkan yang dimaksud
dengan daya infiltrasi (Fp) adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan,
ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah.
Laju infiltrasi adalah banyaknya air persatuan
waktu yang masuk melalui permukaan tanah dinyatakan dalam mm jam-1
atau cm jam-1. Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi
cenderung tinggi. Setelah tanah menjadi
jenuh air, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kondisi
permukaan, seperti sifat pori dan kadar air tanah, sangat menentukan jumlah air
hujan yang diinfiltrasikan dan jumlah runoff (Hakim, et al, 1986).
Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak
ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan
penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar. Proses infiltrasi sangat
ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi.
Laju infiltrasi pada suatu tempat akan
semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju
infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju
perkolasi (Maidment, 1989)
Dengan
mengetahui data dapat digunakan untuk menduga kapan terjadi runoff akan terjadi
bila suatu jenis tanah telah menerima sejumlah air tertentu baik melalui curah
hujan ataupun irigasi dari suatu tendon
air di permukaan tanah Selain itu dari hasil penelitian Siswanto dan Joleha (2001),
disebutkan bahwasannya dengan mengetahui infiltrasi maka pada setiap rumah
dengan sadar membuat sumur resapan. Seperti halnya daearah perkotaan yang
sangat memerlukannya. Sehingga denganhal ini dapat dihindari air limpasan dan
juga banjir (Siradz, et al, 2007).
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan
kecepatan masuknya air ke dalam tanah.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah,
maka proses infiltrasi tergantung
pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut
akan mengalir masuk ke dalam tanah. (Sastrodarsono, 1999).
BAB III
BAHAN DAN METODE
BAHAN DAN METODE
3.1
Bahan Dan Alat
Alat : Infiltrometer, tangki air/ember, bantalan
kayu, pukul besi, gelas ukur, baju praktikum
Bahan : Air, Lahan
3.2 Cara Kerja
1)
Dibersihkan
lokasi yang akan diukur infiltrasinya.
2)
Ditempatkan
silinder tegak lurus da menekan kedalam tanah hingga bersisa kurang lebih 10 cm
3)
Disiapkan
air secukupnya, stopwatch, dan alat tulis.
4)
Disiapkan tabel
pengamatan
5)
Melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pada
skala yang terdapat pada dinding silinder, tarik 2 garis dengan jarak yang
diinginkan.Secara
b. perlahan
menuangkan air kedalam silinder hingga penuh tunggu hingga seluruh air
terinfiltrasi.
c. Menuangkan
lagi air kedalam silinder sampai mencapai batas atas garis.
d. Pada
setiap waktu yg telah ditentukan, dengan segera tambahkan air dalam silinder
sampai garis atas.catat jumlah air yang ditambahkan.
e.Melakukan
hal tersebut, sampai seluruh waktu yang ada ditabel lembar kerja terisi semua.
f. Dari
data yang terkumpul, menghitung laju infiltrasi tiap waktu tertentu dan apabila
hasilnya. digambarkan
maka akan terlihat laju infiltrasi eksponensial.
g.Apabila
dikehendaki hitungan yang lebih teliti ,waktu yang diperlukan untuk mengisi
kembali silinder mencapai garis batas atas perlu dicatat, karena kenyataanya
pada saat tersebut infiltrasi tidak berhenti, sehingga jumlah infiltrasi dapat
ditambahkan dengan mengambil anggapan laju infiltrasinya sama dengan laju
infiltrasi yang baru saja diukur.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel pengamatan Laju Infiltrasi Tanah
Waktu
(Menit)
|
Selisih waktu
(Menit)
|
Volume
air ditambahkan
(Cm3)
|
Kedalaman
infiltrasi
(Cm)
|
Infiltrasi
Kumulatif
(Cm)
|
Laju
Infiltrasi
(Cm/Jam)
|
0
|
0
|
1271,7
|
5
|
5
|
|
1
|
1
|
500
|
1,96
|
6,96
|
417,6
|
2
|
1
|
1000
|
3,93
|
10,89
|
653,4
|
5
|
3
|
1500
|
5,89
|
16,7
|
334
|
10
|
5
|
1500
|
5,89
|
22,6
|
271,2
|
20
|
10
|
3000
|
11,7
|
34,3
|
205,8
|
30
|
20
|
3000
|
11,7
|
46,7
|
140,1
|
60
|
30
|
9000
|
35,3
|
81,3
|
162,6
|
Luas
penampang =
2
= 3,14 x 92
= 254,3 cm2
= 3,14 x 92
= 254,3 cm2
Kedalaman infiltrasi (0) =
=
= 5 cm
=
= 5 cm
K. infiltrasi (1 menit) =
=
1,96 cm K. infiltrasi (10
menit) =
=
5,89 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 3,93 cm K. infiltrasi (20 menit) = = 11,79 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 3,93 cm K. infiltrasi (20 menit) = = 11,79 cm
K. infiltrasi (5 menit) =
=
5,89 cm K. infiltrasi (30
menit) =
=
11,79 cm
K. infiltrasi (60 menit) =
=
35,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (1 menit) = 5 cm + 1,96 cm Infiltrasi
Kumulatif (20 menit) = 22,6 cm + 11,7 cm
= 6,96 cm = 34,3 cm
= 6,96 cm = 34,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (2 menit) = 5 cm + 10,89 cm Infiltrasi Kumulatif (30 menit) = 34,3 cm +
11,7 cm
= 6,96 cm = 46,7 cm
= 6,96 cm = 46,7 cm
Infiltrasi Kumulatif (5 menit) = 10,89 cm + 5,89 cm Infiltrasi Kumulatif (60 menit) = 46,7 cm +
35,3 cm
= 16,7 cm = 81,3 cm
= 16,7 cm = 81,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (10 menit) = 16,7 cm + 5,89cm
= 22,6 cm
= 22,6 cm
Laju infiltrasi =
laju infiltrasi (1 menit) = = 6,96 cm/ menit x 60
= 417,6 cm/jam
laju infiltrasi (1 menit) = = 6,96 cm/ menit x 60
= 417,6 cm/jam
laju infiltrasi (2 menit) =
=
10,89 cm/ menit x 60
= 653,4 cm/jam
= 653,4 cm/jam
laju infiltrasi (5 menit) =
=
5,56 cm/ menit x 60
= 334 cm/jam
= 334 cm/jam
laju infiltrasi (10 menit) =
=
4,52 cm/ menit x 60
= 271,2 cm/jam
= 271,2 cm/jam
laju infiltrasi (20 menit) =
=
3,43 cm/ menit x 60
= 205,8 cm/jam
= 205,8 cm/jam
laju infiltrasi (30 menit) =
=
2,33 cm/ menit x 60
= 140,1 cm/jam
= 140,1 cm/jam
laju infiltrasi (60 menit) =
=
2,71 cm/ menit x 60
= 162,6 cm/jam
= 162,6 cm/jam
4.1.3 Tabel pengamatan Laju Infiltrasi Tanah + pupuk
Waktu
(Menit)
|
Selisih waktu
(Menit)
|
Volume
air ditambahkan
(Cm3)
|
Kedalaman
infiltrasi
(Cm)
|
Infiltrasi
Kumulatif
(Cm)
|
Laju
Infiltrasi
(Cm/Jam)
|
0
|
0
|
6050
|
23,7
|
23,7
|
-
|
1
|
1
|
800
|
3,14
|
26,8
|
1608
|
2
|
1
|
200
|
0,78
|
27,5
|
1650
|
5
|
3
|
100
|
0,39
|
27,9
|
558
|
10
|
5
|
300
|
1,17
|
29,7
|
356,4
|
20
|
10
|
450
|
1,76
|
31,4
|
188,4
|
30
|
20
|
500
|
1,96
|
33,3
|
99,9
|
60
|
30
|
250
|
0,98
|
34,3
|
68,6
|
Luas penampang
=
2
= 3,14 x 92
= 254,3 cm2
= 3,14 x 92
= 254,3 cm2
Kedalaman infiltrasi (0) =
=
= 23,7 cm
=
= 23,7 cm
K. infiltrasi (1 menit) =
=
3,14 cm K. infiltrasi (20
menit) =
=
1,76 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 0,78 cm K. infiltrasi (30 menit) = = 1,96 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 0,78 cm K. infiltrasi (30 menit) = = 1,96 cm
K. infiltrasi (5 menit) =
=
0,39 cm K. infiltrasi (60
menit) =
=
0,98 cm
K. infiltrasi (10 menit) =
=
1,17 cm
Infiltrasi Kumulatif (1 menit) = 23,7 cm + 3,14 cm Infiltrasi Kumulatif (20 menit) = 29,7 cm +
1,76 cm
= 26,8 cm = 31,4 cm
= 26,8 cm = 31,4 cm
Infiltrasi Kumulatif (2 menit) = 26,8 cm + 0,78 cm Infiltrasi Kumulatif (30 menit) = 31,4 cm +
1,96 cm
= 27,5 cm = 33,3 cm
= 27,5 cm = 33,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (5 menit) = 27,5 cm + 0,39 cm Infiltrasi Kumulatif (60 menit) = 33,3 cm +
0,98 cm
= 27,9 cm = 34,3 cm
= 27,9 cm = 34,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (10 menit) = 27,9cm + 1,17cm
= 29,7cm
= 29,7cm
Laju infiltrasi =
laju infiltrasi (1 menit) = = 26,8 cm/ menit x 60
= 1608 cm/jam
laju infiltrasi (1 menit) = = 26,8 cm/ menit x 60
= 1608 cm/jam
laju infiltrasi (2 menit) =
=
2,75 cm/ menit x 60
= 1650 cm/jam
= 1650 cm/jam
laju infiltrasi (5 menit) =
=
9,3 cm/ menit x 60
= 558 cm/jam
= 558 cm/jam
laju infiltrasi (10 menit) =
=
59,4 cm/ menit x 60
= 356,4 cm/jam
= 356,4 cm/jam
laju infiltrasi (20 menit) =
=
3,14 cm/ menit x 60
= 188 cm/jam
= 188 cm/jam
laju infiltrasi (30 menit) =
=
1,66 cm/ menit x 60
= 99,9 cm/jam
= 99,9 cm/jam
laju infiltrasi (60 menit) =
=
1,14 cm/ menit x 60
= 68,6 cm/jam
= 68,6 cm/jam
4.1.3 Tabel pengamatan Laju Infiltrasi pasir
Waktu
(Menit)
|
Selisih waktu
(Menit)
|
Volume
air ditambahkan
(Cm3)
|
Kedalaman
infiltrasi
(Cm)
|
Infiltrasi
Kumulatif
(Cm)
|
Laju
Infiltrasi
(Cm/Jam)
|
0
|
0
|
1343
|
4,99
|
4,99
|
-
|
1
|
1
|
1000
|
3,72
|
8,71
|
522,6
|
2
|
1
|
1000
|
3,72
|
12,43
|
745,8
|
5
|
3
|
1500
|
5,58
|
18,01
|
360,2
|
10
|
5
|
847
|
3,15
|
21,16
|
253,9
|
20
|
10
|
3650
|
13,58
|
34,74
|
208,4
|
30
|
20
|
3660
|
13,62
|
48,36
|
145,08
|
60
|
30
|
14700
|
54,7
|
103,06
|
206,12
|
Luas penampang
=
2
= 3,14 x 9,252
= 268,6 cm2
= 3,14 x 9,252
= 268,6 cm2
Kedalaman infiltrasi (0) =
=
= 4,99 cm
=
= 4,99 cm
K. infiltrasi (1 menit) =
=
3,72 cm K. infiltrasi (20
menit) =
=
13,58 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 3,72 cm K. infiltrasi (30 menit) = = 13,62 cm
K. infiltrasi (2 menit) = = 3,72 cm K. infiltrasi (30 menit) = = 13,62 cm
K. infiltrasi (5 menit) =
=
5,58 cm K. infiltrasi (60
menit) =
=
54,7 cm
K. infiltrasi (10 menit) =
=
3,15 cm
Infiltrasi Kumulatif (1 menit) = 4,99 cm + 3,72 cm Infiltrasi Kumulatif (20 menit) = 21,16 cm +
13,58cm
= 8,71 cm = 34,7 cm
= 8,71 cm = 34,7 cm
Infiltrasi Kumulatif (2 menit) = 8,71 cm + 3,72 cm Infiltrasi Kumulatif (30 menit) = 34,7 cm +
13,62 cm
= 12,43 cm = 48,3 cm
= 12,43 cm = 48,3 cm
Infiltrasi Kumulatif (5 menit) = 12,43 cm + 5,58 cm Infiltrasi Kumulatif (60 menit) = 48,3 cm +
54,7 cm
= 18,01 cm = 103,06 cm
= 18,01 cm = 103,06 cm
Infiltrasi Kumulatif (10 menit) = 18,01 cm + 3,15cm
= 21,16 cm
= 21,16 cm
Laju infiltrasi =
laju infiltrasi (1 menit) = = 8,71 cm/ menit x 60
= 522,6 cm/jam
laju infiltrasi (1 menit) = = 8,71 cm/ menit x 60
= 522,6 cm/jam
laju infiltrasi (2 menit) =
=
12,43 cm/ menit x 60
= 745,8 cm/jam
= 745,8 cm/jam
laju infiltrasi (5 menit) =
=
6 cm/ menit x 60
= 360,2 cm/jam
= 360,2 cm/jam
laju infiltrasi (10 menit) =
=
4,2 cm/ menit x 60
= 253,9 cm/jam
= 253,9 cm/jam
laju infiltrasi (20 menit) =
=
3,47 cm/ menit x 60
= 208 cm/jam
= 208 cm/jam
laju infiltrasi (30 menit) =
=
2,41 cm/ menit x 60
= 145 cm/jam
= 145 cm/jam
laju infiltrasi (60 menit) =
=
3,43 cm/ menit x 60
= 206,12 cm/jam
= 206,12 cm/jam
4.2
Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan diatas, bahwa Laju
infiltrasi adalah jumlah (volume) air yang melewati suatu luasan penmpang permukaan tanah
perwaktu dengan satuan m3/m2/det, atau sama dengan satuan kecepatan =
meter/detik. Bila suatu saat air mulai
menggenang dipermukaan tanah, berarti laju penambah air dipermukaan tanah telah
melampaui laju infiltrasi tertinggi.
Laju infiltrasi maksimum dinamakan ‘’ kapasitas infiltrasi’’ Horton dan
oleh Hilell disebut sebagai “ infiltrability”
Laju infiltrasi pada
penyediaan air dengan intensitas pemberian air yang konstan dan kontinyu ( baik
dari hujan maupun sprinkler) umum nya konstan diawal proses kemudian menurun
dan akhirnya mencapai laju yang relative konstan Bila permukaan tanah
tergenang air dengan tebal genangan beberapa cm saja, maka lajun infiltrasi
atau infiltrability langsung menurun sehingga mencapai lebih kurang
konstan.Hubungan infiltrasi dengan waktu pada keadaan tanah tergenang air. Apabila dihitung “
infiltrasi komulatif” dari suatu peristiwa infiltrasi, maka hasinya merupakan
integrasi dari kurva hubungan antara laju infiltrasi dengan waktu.
Pada fraksi tanah saja, volume air yang
ditambahkan rata-rata sebesar 2596,4 cm3 . kemudian kedalaman
infiltrasi yang didapatkan rata-rata sebesar 10,1 cm. Pada pengukuran
infiltrasi kumulatif , didapatkan rata-rata sebesar 28 cm. Selanjutnya dari
nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk mengukur laju infiltrasi dan
didapatlah laju infiltrasi rata-rata sebesar 312,1 cm/jam.
Kemudian pada pengukuran infiltrasi fraksi
tanah dan bahan organik, volume air yang ditambahkan rata-rata sebesar 1050 cm3
. kemudian kedalaman infiltrasi yang didapatkan rata-rata sebesar 43 cm.
Pada pengukuran infiltrasi kumulatif , didapatkan rata-rata sebesar 29,3 cm.
Selanjutnya dari nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk mengukur laju
infiltrasi dan didapatlah laju infiltrasi rata-rata sebesar 261,3 cm/jam.
Pengukuran infiltrasi yang ketiga yaitu
pada fraksi pasir, dari pengukuran yang telah dilakukan, didapatlah volume air
yang ditambahkan rata-rata sebesar 3462,5 cm3 . kemudian kedalaman
infiltrasi yang didapatkan rata-rata sebesar 74,6 cm. Pada pengukuran
infiltrasi kumulatif , didapatkan rata-rata sebesar 93,1 cm. Selanjutnya dari
nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk mengukur laju infiltrasi dan
didapatlah laju infiltrasi rata-rata sebesar 348,9 cm/jam.
Setiap
fraksi memiliki laju infiltrasi yang berbeda-beda, pada tanah yang mengandung
liat yang tinggi, maka infiltrasi akan berjalan lambat karena air yang
diberikan akan dijerap oleh tanah. Pada fraksi pasir, maka air yang diberikan
tidak mampu dijerap oleh pasir sehingga laju infiltrasi lebih tinggi.
BAB
V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan single ring infiltrometer
dimaksudkan supaya air yang diberikan akan masuk ke lapisan tanah secara
vertikal tanpa menyebar ke semua lapisan tanah.
2. Laju infiltrasi setiap fraksi berbeda-beda,
pada fraksi tanah laju infiltrasi rata-rata
sebesar 312,1 cm/jam. Kemudian pada fraksi pasir laju infiltrasi
rata-rata sebesar 348,9 cm/jam. Lalu pada fraksi tanah + bahan organik maka
rata-rata laju infiltrasinya sebesar 261,3 cm/jam. Fraksi pasir memiliki laju
infiltrasi yang paling besar karena pasir memiliki tekstur yang kasar dan tidak
mampu menjerap H20 sehingga air yang melewati pasir akan memiliki laju
infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi lain.
5.2
Saran
Sebaiknya dalam
pengukuran infiltrasi untuk praktikum selanjutnya menggunakan infiltrometer
yang sesuai dan mampu mewakili kondisi tanah yang sebenarnya. Dan infiltrometer
yang sesuai memiliki ketebalan yang sangat kecil sekitar 0,2 cm sehingga alat
tersebut mudah masuk kedalam tanah tanpa harus dipukul atau ditekan yang
berakibat merusak agregat tanah itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Insitut Pertanian Bogor Press. Bogor
Hakim, Nurhajati, dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung
Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology.New York:
McGraw-Hill.
Sastrodarsono Suyono dan
Kensaku Takeda.1999. Hidrologi untuk
Pengairan. Pradnya
Paramitha:Bandung.
Siradz, Syamsul., Bambang DK dan Suci Handayani.
2007. Peranan Uji In Situ Laju
Infiltrasi dalam
Pengelolaan DAS Grindulu-Pacitan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 : 122
126
Pengelolaan DAS Grindulu-Pacitan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 : 122
126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar