Blogger Widgets
Powered By Blogger

Sabtu, 20 Februari 2016

LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN LESTARI BAHAN ORGANIK


MAKALAH PERTANIAN LESTARI
PERAN BAHAN ORGANIK TERHADAP
 KESUBURAN TANAH
DISUSUN Oleh :
NAMA  :   1. ernawati simanjuntak   E1J012041
                            2. Sri devi girsang                          E1J012146
                            3. NICO DWI ARDIYANSAH               E1J013079
                            4. AYU LESTARI                                   E1J013074
                            5. dewi septi yani                  E1J013081
                            6. Hendrik kurniawan                 E1J013041
                            7. NOTOMIN WANIMBO           E1J012188
SHIFT    :  SUB SHFT 1
dosen  :  Ir.Hermansyah,M.P
COASS   : Phrilly Monica panjaitan
  LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Setiap orang berkepentingan terhadap tanah. Tanah sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam aktivitas guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis (Santoso, 1991). Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Pada awal budidaya pertanian, hara yang diperlukan untuk produksi tanamanhanya mengandalkan sumber alami dari tanah, baik yang bersumber dari bahan organik dan dari bahan mineral tanah, tanpa adanya pasokan hara dari luar. Petani peladang berpindah memilih tanah sebagai tempat usahanya hanya mendasarkan pada tebal tipisnya lapisan humus dan ketersediaan airnya saja. Setelah hara setempat habis atau produktivitasnya menurun, mereka pergi meninggalkan tempat usahanya untuk mencari lahan yang baru yang mempunyai lapisan humus tebal yang relatif lebih produktif, sehingga akan memberikan harapan terhadap ketersediaan hara untuk budidaya pertanian berikutnya.
Sejak manusia melakukan pertanian menetap, mulailah petani mengupayakan pengelolaan kesuburan tanah, yaitu dengan penambahan bahan organik untuk memulihkan kembali status hara dalam tanah. Perkembangan selanjutnya tidak terbatas pada penggunaan pupuk organik, namun juga dengan penggunaan pupuk buatan. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolosi di bidang pertanian, yang dikenal sebagai revolosi hijau yang telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler.
Petani mulai berpaling meninggalkan penggunaan pupuk organik, berubah ke penggunaan pupuk buatan yang berkonsentrasi hara tinggi. Dengan revolosi hijau tersebut, produksi pangan dunia meningkat dengan tajam, sehingga telah berhasil mengatasi kekhawatiran dunia akan adanya krisis pangan dalam dua-tiga dasawarsa terakhir. Peningkatan produksi pangan tersebut disebabkan pola input intensive atau teknologi masukan tinggi yang salah satunya dicirikan dengan penggunaan agrokimia yang berupa penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang tinggi, dan penggunaan varietas unggul yang dicirikan oleh umur pendek dengan hasil tinggi, sehingga terjadi pengurasan hara dalam kurun waktu yang pendek relatif tinggi. Akibat dari perubahan pola budidaya ini, menyebabkan kebutuhan pupuk dunia melonjak sangat pesat dari tahun ke tahun termasuk Indonesia.
            Di Indonesia, sejak tahun 1968 terjadi peningkatan kebutuhan pupuk buatan secara tajam. Penggunaan pupuk buatan yang berkonsentrasi tinggi yang tidak proporsional ini, akan berdampak pada penimpangan status hara dalam tanah  (Notohadiprawiro, 1989), sehingga akan memungkinkan terjadinya kekahatan hara lain. Di samping itu, petani mulai banyak yang meninggalkan penggunaan pupuk organik baik   yang berupa pupuk hijau ataupun kompos, dengan anggapan penggunaan pupuk organik kurang efektif dan efisien, karena kandungan unsur hara dalam bahan organik yang relatif kecil dan lambat tersedia. Akibat dari itu, akan berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahan organiknya sudah sampai pada tingkat rawan (Juarsah, I. 1999).
Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 % (Handayanto, 1999).  Sering kurang disadari oleh petani, bahwa walaupun peran bahan organik terhadap suplai hara bagi tanaman kurang, namun peran bahan organik yang paling besar dan penting adalah kaitannya dengan kesuburan fisik tanah. Apabila tanah kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjadi keras, kompak dan bergumpal, sehingga menjadi kurang produktif .  Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini konsep pertanian organik, yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanahnya, adalah dengan penggunaan kembali bahan organik.
Bahan organik memiliki humus yang bersifat gembur, bobot isi rendah dan dengan kelembaban tanah tinggi serta temperatur tanah yang stabil, meningkatkan kegiatan jasad mikro tanah, sehingga pencampurannya dengan bagian mineral memberikan struktur tanah yang gembur dan remah serta mudah diolah. Struktur tanah yang demikian, merupakan keadaan fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur liat, pasir atau tanah yang berstruktur gumpal, bila dicampur dengan bahan organik, memberikan sifat fisik yang lebih baik.
Penambahan bahan organik ke tanah diharapkan dapat memperbaiki kualitas fisika tanah, meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air-tersedia dan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman. Walaupun penggunaan bahan organik sudah bukan bahan yang baru lagi, namun mengingat betapa pentingnya bahan organik dalam menunjang produktivitas tanaman dan sekaligus mempertahankan kondisi lahan yang produktif dan berkelanjutan.
1.2  Tujuan Praktikum
   Mengetahui peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang
mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson,1982).
Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes et al., 1994).
Mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–bagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer) (Seta, 1987).
Hasil penelitian menunjukkan, penambahan bahan humat 1 persen pada latosol mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia dari 6,07 % menjadi 8,24 % volume (Herudjito, 1999). Pada tanah halus lempungan, pemberian bahan organik akan meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro. Dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori yang terisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat. Terbukti penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menurunkan berat volume tanah (Wiskandar, 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang . Penambahan bahan organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Scholes et al., 1994). Terbukti penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %) (Tejasuwarna, 1999).
Peran bahan organik yang lain, yang mempunyai arti praktis penting terutama pada lahan kering berlereng, adalah dampaknya terhadap penurunan laju erosi tanah. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari perbaikan struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah, sehingga menyebabkan ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan meningkat. Di samping itu, dengan meningkatnya kapasitas infiltrasi air akan berdampak pada aliran permukaan dapat diperkecil. sehingga erosi dapat berkurang (Stevenson, 1997).
Kapasitas pertukaran kation (KPK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan
kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman.
Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai
hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (- COOH) dan fenolik (-OH)nya (Brady, 1990).
Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau
bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan
penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andiso mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, et.al 2001).
      BAB III
INTERPRETASI

































BAB IV
KESIMPULAN
4.1  Kesimpulan


DAFTAR PUSTAKA
Brady, N.C. (1990) The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York
Handayanto, E. 1999. Komponen biologi tanah sebagai bioindikator kesehatan dan
              produktivitas tanah
. Universitas Brawijaya. Malang.
Herudjito, D. 1999 Pengaruh bahan humat dari air gambut terhadap sifst-sifst tanah latosol  
              (Oxic Dystropepts)
. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
Juarsah, I. 1999. Manfaat dan alternatif penggunaan pupuk organik pada lahan kering
               melalui pertanaman leguminosa.
Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
Notohadiprawiro, T. 1989. Dampak Pembangunan Pada Tanah, Lahan dan Tata Guna
               Lahan, PSL. UGM. Yogyakarta.
Santoso, P. and Ahmad Safrudin, 1991. Dampak Pembangunan Terhadap Tanah, Tataguna  
              Lahan dan Tata ruang. Bandung.
Sugito, Y. Nuraini, Y. dan Nihayati, E. 1995. Sistem Pertanian Organik. Faperta Unibraw.
              Malang.
Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A. Sanchez, JSI., Ingram and R. Dudal, 1994. Soil
   Fertility research in response to demand for sustainability. In The biologica   
   managemant of tropical soil fertility
(Eds Woomer, Pl. and Swift, MJ.) John
   Wiley & Sons. New York.
Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah. Kalam Mulia. Jakarta.
Stevenson, F.J., Alanah Fitch. (1997) Kimia pengkomplekan ion logam dengan organik
    larutan tanah. In Interaksi Mineral Tanah dengan Bahan Organik Dan Mikrobia.
    (Eds Huang P.M. and Schnitzer, M.) ( Transl. Didiek Hadjar Goenadi), pp. 41-76.
    Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Stevenson, F.T. (1982) Humus Chemistry. John Wiley and Sons, Newyork.
Suntoro, Syekhfani, Handayanto, E., dan Sumarno (2001). Penggunaan bahan pangkasan
              ‘Krinyu’ (Chromolaena odorata) dan ‘Gamal’ (Gliricidia sepium) untuk
                 meningkatkan ketersediaan P, K, Ca dan Mg pada Ozic Dystrundept. Agrivita 23  
               (1) 20-26
Tejasuwarna, 1999. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil wortel dan sifat fisik tanah.
     Konggres Nasional VII. HITI. Bandung
Wiskandar, 2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik tanah di lahan
                kritis yang telah diteras
. Konggres Nasional VII.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar