MAKALAH PERTANIAN LESTARI
PERAN BAHAN ORGANIK TERHADAP
KESUBURAN TANAH
DISUSUN Oleh :
NAMA
:
1. ernawati simanjuntak E1J012041
2. Sri devi girsang E1J012146
3. NICO DWI ARDIYANSAH E1J013079
4. AYU LESTARI E1J013074
5. dewi septi yani E1J013081
6. Hendrik kurniawan E1J013041
7. NOTOMIN WANIMBO E1J012188
2. Sri devi girsang E1J012146
3. NICO DWI ARDIYANSAH E1J013079
4. AYU LESTARI E1J013074
5. dewi septi yani E1J013081
6. Hendrik kurniawan E1J013041
7. NOTOMIN WANIMBO E1J012188
SHIFT : SUB
SHFT 1
dosen
: Ir.Hermansyah,M.P
COASS : Phrilly
Monica panjaitan
LABORATORIUM
AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap orang berkepentingan terhadap tanah. Tanah
sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai
macam aktivitas guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang
digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang
dapat pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat
habis (Santoso, 1991). Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama
sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman,
dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang
sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Pada awal budidaya pertanian, hara yang diperlukan
untuk produksi tanamanhanya mengandalkan sumber alami dari tanah, baik yang
bersumber dari bahan organik dan dari bahan mineral tanah, tanpa adanya pasokan
hara dari luar. Petani peladang berpindah memilih tanah sebagai tempat usahanya
hanya mendasarkan pada tebal tipisnya lapisan humus dan ketersediaan airnya
saja. Setelah hara setempat habis atau produktivitasnya menurun, mereka pergi
meninggalkan tempat usahanya untuk mencari lahan yang baru yang mempunyai lapisan
humus tebal yang relatif lebih produktif, sehingga akan memberikan harapan
terhadap ketersediaan hara untuk budidaya pertanian berikutnya.
Sejak manusia melakukan pertanian menetap, mulailah
petani mengupayakan pengelolaan kesuburan tanah, yaitu dengan penambahan bahan
organik untuk memulihkan kembali status hara dalam tanah. Perkembangan
selanjutnya tidak terbatas pada penggunaan pupuk organik, namun juga dengan
penggunaan pupuk buatan. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolosi di bidang pertanian,
yang dikenal sebagai revolosi hijau yang
telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler.
Petani mulai berpaling meninggalkan penggunaan pupuk
organik, berubah ke penggunaan pupuk buatan yang berkonsentrasi hara tinggi.
Dengan revolosi hijau tersebut, produksi pangan dunia meningkat dengan tajam,
sehingga telah berhasil mengatasi kekhawatiran dunia akan adanya krisis pangan
dalam dua-tiga dasawarsa terakhir. Peningkatan produksi pangan tersebut
disebabkan pola input intensive atau teknologi masukan tinggi yang salah
satunya dicirikan dengan penggunaan agrokimia yang berupa penggunaan pupuk
buatan dan pestisida yang tinggi, dan penggunaan varietas unggul yang dicirikan
oleh umur pendek dengan hasil tinggi, sehingga terjadi pengurasan hara dalam
kurun waktu yang pendek relatif tinggi. Akibat dari perubahan pola budidaya
ini, menyebabkan kebutuhan pupuk dunia melonjak sangat pesat dari tahun ke
tahun termasuk Indonesia.
Di Indonesia, sejak tahun 1968
terjadi peningkatan kebutuhan pupuk buatan secara tajam. Penggunaan pupuk
buatan yang berkonsentrasi tinggi yang tidak proporsional ini, akan berdampak
pada penimpangan status hara dalam tanah
(Notohadiprawiro, 1989), sehingga akan memungkinkan terjadinya kekahatan
hara lain. Di samping itu, petani mulai banyak yang meninggalkan penggunaan
pupuk organik baik yang berupa pupuk
hijau ataupun kompos, dengan anggapan penggunaan pupuk organik kurang efektif
dan efisien, karena kandungan unsur hara dalam bahan organik yang relatif kecil
dan lambat tersedia. Akibat dari itu, akan berdampak pada penyusutan kandungan
bahan organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahan
organiknya sudah sampai pada tingkat rawan (Juarsah, I. 1999).
Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable
(berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 %
(Handayanto, 1999). Sering kurang
disadari oleh petani, bahwa walaupun peran bahan organik terhadap suplai hara
bagi tanaman kurang, namun peran bahan organik yang paling besar dan penting
adalah kaitannya dengan kesuburan fisik tanah. Apabila tanah kandungan humusnya
semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjadi keras, kompak dan
bergumpal, sehingga menjadi kurang produktif . Menyadari dampak negatif pada tanah dari
pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini
konsep pertanian organik, yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan
tanahnya, adalah dengan penggunaan kembali bahan organik.
Bahan organik memiliki humus yang bersifat gembur,
bobot isi rendah dan dengan kelembaban tanah tinggi serta temperatur tanah yang
stabil, meningkatkan kegiatan jasad mikro tanah, sehingga pencampurannya dengan
bagian mineral memberikan struktur tanah yang gembur dan remah serta mudah
diolah. Struktur tanah yang demikian, merupakan keadaan fisik tanah yang baik
untuk media pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur liat, pasir atau tanah
yang berstruktur gumpal, bila dicampur dengan bahan organik, memberikan sifat
fisik yang lebih baik.
Penambahan bahan organik ke tanah diharapkan dapat
memperbaiki kualitas fisika tanah, meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah,
meningkatkan kemampuan tanah menahan air-tersedia dan mampu memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Walaupun penggunaan bahan organik sudah bukan bahan yang
baru lagi, namun mengingat betapa pentingnya bahan organik dalam menunjang
produktivitas tanaman dan sekaligus mempertahankan kondisi lahan yang produktif
dan berkelanjutan.
1.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui
peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan organik tanah merupakan salah
satu bahan pembentuk agregat tanah, yang
mempunyai
peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat
tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah.
Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan
dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi
perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus
tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah
untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini
berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek
lempung-logam-humus (Stevenson,1982).
Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan
merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga
meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas
struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes et al., 1994).
Mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya
peran bahan organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan
bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan
actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir primer oleh miselia
jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa
adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui
ikatan antara bagian–bagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif
(karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan
secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif
dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang
dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4) Pengikatan
secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif
dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa
organik berantai panjang (polimer) (Seta, 1987).
Hasil penelitian menunjukkan, penambahan bahan humat
1 persen pada latosol mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia dari 6,07 %
menjadi 8,24 % volume (Herudjito, 1999). Pada tanah halus lempungan, pemberian
bahan organik akan meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro. Dengan
demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori
yang terisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung
berat. Terbukti penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori
total tanah dan akan menurunkan berat volume tanah (Wiskandar, 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan
porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan
status kadar air dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan
kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk
pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan
kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang . Penambahan bahan
organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang,
akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya
pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan
ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Scholes et al., 1994).
Terbukti penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang
air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %) (Tejasuwarna, 1999).
Peran bahan organik yang lain, yang mempunyai arti
praktis penting terutama pada lahan kering berlereng, adalah dampaknya terhadap
penurunan laju erosi tanah. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari perbaikan
struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah, sehingga
menyebabkan ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan meningkat. Di samping
itu, dengan meningkatnya kapasitas infiltrasi air akan berdampak pada aliran
permukaan dapat diperkecil. sehingga erosi dapat berkurang (Stevenson, 1997).
Kapasitas pertukaran kation (KPK) menunjukkan
kemampuan tanah untuk menahan
kation-kation
dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman.
Kapasitas
pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai
hasil
proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah,
sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus
tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan
dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus
karboksil (- COOH) dan fenolik (-OH)nya (Brady, 1990).
Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah
dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan
organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang
belum masak (misal pupuk hijau) atau
bahan
organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan
penurunan
pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik
yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang
masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH
tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk
senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan
bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol,
ultisol dan andiso mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar
tanah (Suntoro, et.al 2001).
BAB III
INTERPRETASI
BAB
IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Brady,
N.C. (1990) The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing
Co., New York
Handayanto,
E. 1999. Komponen biologi tanah sebagai bioindikator kesehatan dan
produktivitas tanah. Universitas Brawijaya. Malang.
produktivitas tanah. Universitas Brawijaya. Malang.
Herudjito,
D. 1999 Pengaruh bahan humat dari air gambut terhadap sifst-sifst tanah
latosol
(Oxic Dystropepts). Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
(Oxic Dystropepts). Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
Juarsah,
I. 1999. Manfaat dan alternatif penggunaan pupuk organik pada lahan kering
melalui pertanaman leguminosa. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
melalui pertanaman leguminosa. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.
Notohadiprawiro,
T. 1989. Dampak Pembangunan Pada Tanah, Lahan dan Tata Guna
Lahan, PSL. UGM. Yogyakarta.
Santoso,
P. and Ahmad Safrudin, 1991. Dampak Pembangunan Terhadap Tanah, Tataguna
Lahan dan Tata ruang. Bandung.
Lahan dan Tata ruang. Bandung.
Sugito,
Y. Nuraini, Y. dan Nihayati, E. 1995. Sistem Pertanian Organik. Faperta
Unibraw.
Malang.
Malang.
Scholes,
M.C., Swift, O.W., Heal, P.A. Sanchez, JSI., Ingram and R. Dudal, 1994. Soil
Fertility research in response to demand for
sustainability. In The biologica
managemant of tropical soil fertility (Eds Woomer, Pl. and Swift, MJ.) John
managemant of tropical soil fertility (Eds Woomer, Pl. and Swift, MJ.) John
Wiley &
Sons. New York.
Seta,
A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah. Kalam Mulia. Jakarta.
Stevenson,
F.J., Alanah Fitch. (1997) Kimia pengkomplekan ion logam dengan organik
larutan
tanah. In Interaksi Mineral Tanah dengan Bahan Organik Dan Mikrobia.
(Eds Huang
P.M. and Schnitzer, M.) ( Transl. Didiek Hadjar Goenadi), pp. 41-76.
Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Stevenson,
F.T. (1982) Humus Chemistry. John Wiley and Sons, Newyork.
Suntoro,
Syekhfani, Handayanto, E., dan Sumarno (2001). Penggunaan bahan pangkasan
‘Krinyu’ (Chromolaena odorata) dan ‘Gamal’ (Gliricidia sepium) untuk
meningkatkan ketersediaan P, K, Ca dan Mg pada Ozic Dystrundept. Agrivita 23
(1) 20-26
‘Krinyu’ (Chromolaena odorata) dan ‘Gamal’ (Gliricidia sepium) untuk
meningkatkan ketersediaan P, K, Ca dan Mg pada Ozic Dystrundept. Agrivita 23
(1) 20-26
Tejasuwarna,
1999. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil wortel dan sifat fisik tanah.
Konggres
Nasional VII. HITI. Bandung
Wiskandar,
2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik tanah di lahan
kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.
kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar