MAKALAH PERTANIAN LESTARI
KOMPLEMENTASI TANAMAN DAN TERNAK
SEBAGAI SISTEM PERTANIAN TERPADU
DISUSUN Oleh :
NAMA
:
1. ernawati simanjuntak E1J012041
2. Sri devi girsang E1J012146
3. NICO DWI ARDIYANSAH E1J013079
4. AYU LESTARI E1J013074
5. dewi septi yani E1J013081
6. Hendrik kurniawan E1J013041
7. NOTOMIN WANIMBO E1J012188
2. Sri devi girsang E1J012146
3. NICO DWI ARDIYANSAH E1J013079
4. AYU LESTARI E1J013074
5. dewi septi yani E1J013081
6. Hendrik kurniawan E1J013041
7. NOTOMIN WANIMBO E1J012188
SHIFT : SUB
SHFT 1
dosen
: Ir.Hermansyah,M.P
COASS : Phrilly
Monica panjaitan
LABORATORIUM
AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengaruh jangka panjang dari perkembangan
dunia pertanian dan industri dalam sistem pertanian modern, ternyata
menghasilkan dampak negatif yang besar terhadap ekosistim alam. Pencemaran oleh
bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk,
pestisida dan herbisida telah lama diketahui. Demikian pula dengan ketahanan
(resistensi) hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan
yang semakin tinggi serta pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa
nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan.
Pertanian
modern juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat
penerapan sistem monokultur secara
besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah
menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies
tanaman tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan,
yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat dan
berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
melestarikan sumber daya alam. Sistem
pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut : kimia
buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan
bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat
diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang
membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian.
Peningkatan input
energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan-bahan kimia lainnya dalam
pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas lingkungan disamping membutuhkan
biaya usahatani yang tinggi, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan
lingkungan. Penggunaan pupuk dan pestisida di luar kontrol akan dapat merusak
tanah dan tolerannya suatu jenis hama dan penyakit tertentu terhadap pestisida
disamping juga dapat menghilangkan jenis predator dan parasitoid yang
bermanfaat. Bahan-bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada
hasil tanaman, tanah tercuci ke dalam air sungai akibatnya dapat berbahaya bagi
kehidupan manusia maupun hewan.
Pemakaian masukan luar yang tidak memperhatikan
keseimbangan ekologi berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Menurut Saleh (2003), dampak negatif sistem pertanian modern terhadap kesehatan
manusia adalah akibat penggunaan pestisida/insektisida kimia yang tidak tepat dosis,
tidak tepat sasaran, dan tidak tepat aturan. Dampak negatif terhadap kesehatan
manusia, antara lain, berupa keracunan yang bersifat mendadak dan keracunan
yang berat (Saleh, 2003).
Sistem
pertanian modern mengakibatkan terganggunya keseimbangan sebagai indikator
adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh
hukum alam (Salikin, 2003).
Dari
uraian di atas, maka dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang ada dan
akan muncul dalam usaha peningkatan produksi pertanian selama ini, yaitu
diantaranya :
1. Penggunaan
paket teknologi seperti pupuk anorganik dan pestisida secara tidak terkontrol
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, disamping dibutuhkan biaya
usahatani yang tinggi.
2. Berkurangnya
keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur
secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks,
berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya
spesies tanaman tersebut.
3. Adanya
ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya menyebabkan
dibutuhkan biaya usahatani yang semakin tinggi.
4. Adanya ketidakmerataan antar daerah
dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan
sempit yang tergilas oleh revolusi hijau.
Melihat
permasalahan-permasalahan tersebut, guna mempertahankan dan meningkatkan
produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, maka pengelaolaan
sumberdaya secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi mutlak dilakukan.
Untuk mengantisipasi berbagai dampak
negatif yang ditimbulkan, maka sangat dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian
yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang mampu memanfaatkan potensi
sumberdaya setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian
berkelanjutan. Untuk mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan maka
diterapkanlah sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming Sistem.
Pertanian terpadu
merupakan suatu system berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri hasil dari
alam akan kembali ke alam. Dengan bertambahnya penduduk, meningkatnya
pendapatan dan pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya nilai gizi dan kesehatan. Sisa tanaman dapat di manfaatkan untuk
pakan ternak , sedangkan kotoran ternak dapat dijadikan pupuk bagi tanaman
hortilkutura.
Sistem Pertanian Terpadu (SPT) atau Integrated
Farming Sistem (IFS) telah merubah dengan cepat peternakan konvensional,
budidaya perairan, hortikultura, agroindustri dan segala aktivitas pertanian di
beberapa negara, khususnya di daerah tropis dan sub-tropis basah (not-arid).
Pertanian di seluruh dunia tidak akan menampakkan hasilnya tanpa input tinggi
dan seringkali tidak kompromi dengan kelangsungan hidup ekonomi dan
keberlajutan ekologinya. Situasi ini menjadi lebih memperburuk SPT, semuanya
harus dibayar dengan bahan dan energi yang diimpor di mana bahan berpotensi
sebagai polutan juga digunakan.
SPT dapat mengatasi semua kendala tersebut, tidak
saja dari aspek ekonomi dan permasalahan ekologis, tetapi juga menyediakan
sarana produksi yang diperlukan seperti bahan bakar, pupuk dan makanan, di
samping produktivitas terus meningkat. Hal itu dapat mengubah sistem pertanian
yang penuh resiko (terutama di negara-negara miskin) kearah sistem pertanian
ekonomis dan kondisi ekologi seimbang.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik
disamping mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik juga sekaligus mampu
memperbaiki struktur dan ketersediaan unsure hara tanah. Dampak ini terlihat
dengan meningkatnya produktivitas lahan.
Integrasi sumber-sumber
hewan ternak dan tumbuhan untuk memperoleh out put biomassa yang optimal dalam
lingkungan ekologi dan sosio-ekonomi tertentu harus menjadi tujuan dalam sistem
pertanian berkelanjutan. Interaksi yang sesuai diantara komponen-komponen harus
menghasilkan respon komplementasi (saling melengkapi) dan sinergetik sehingga
dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan memperkuat viabilitas
ekonomi dari sistem pertanian yang terpadu.
Kombinasi peternakan dan aktivitas pertanian telah
banyak membantu petani seluruh dunia di masa lalu, dengan menggunakan kotoran
ternak sebagai pupuk untuk tanaman, dan residu tanaman digunakan sebagai pakan
ternak. Umumnya kebanyakan dari pupuk kehilangan setengah dari kandungan
nitrogennya sebelum menjadi nitrat tersedia bagi tumbuhan. Jumlahnya menjadi
tidak cukup jika populasi tanaman meningkat, sehingga pupuk kimia dan makanan
buatan harus digunakan, keuntungan petani yang kecil menjadi merosot. Pemaduan
perikanan dalam petenakan dan pertanian akan memperbaiki baik persediaan pupuk
maupun pakan, dan nilai pasar yang lebih tinggi dari ikan sebagai bahan pangan.
Secara teknis, penambahan yang penting dari siklus kedua yang dihasilkan oleh
kotoran ikan memberikan keuntungan pada proses yang terintegrasi. Hal ini telah
dicatat oleh M.Prein dari ICLARM Malaysia dalam ”Integration of Aquaculture
into Crop-Animal Sistems in Asia”.
Peternakan menghasilkan
kotoran/sampah setiap hari, yang merupakan sumber daya dapat diperbaharui yang
berharga dan akan medukung keberlanjutan aktivitas pertanian di tempat itu,
bahkan tanpa masukan eksternal seperti bahan bakar fosil, pupuk kimia dan
makanan buatan.
1.2
Tujuan Praktikum
1. Mengetahui
pengertian Integrated Farming system serta manfaatnya.
2. Mengetahui
beberapa keunggulan sistem pertanian terpadu dalam mewujudkan pertanian yang
berkelanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Kekuatan utama sistem pertanian terletak pada
integrasi fungsional dari beragam sumber daya dan teknik pertanian (Reijntjes, et
al., 1999). Reintjes et al. (1999) menambahkan bahwa dengan
mengintegrasikan beragam fungsi pemanfaatan lahan (misalnya memproduksi bahan
pangan, kayu, dan sebagainya; mengkonservasi tanah dan air; melindungi tanaman;
mempertahankan kesuburan tanah) serta memanfaatkan beragam komponen biologis
(ternak besar dan ternak kecil, tanaman pangan, hijauan makanan ternak, padang
rumput alami, pohon, rempah-rempah, pupuk hijau, dan sebagainya), stabilitas
dan produktivitas sistem usaha tani sebagai suatu keseluruhan dapat
ditingkatkan dan basis sumber daya alam dapat dikonservasi.
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) adalah
intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha.
Tujuan pengembangan SITT adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan masyarakat sebagai bagian untuk mewujudkan suksesnya revitalisasi
pembangunan pertanian. Komponen usahatani SITT meliputi usaha ternak sapi
potong, tanaman pangan (padi & palawija), hortikultura (sayuran),
perkebunan, (tebu) dan perikanan (lele, gurami, nila). Limbah ternak (kotoran
sapi) diproses menjadi kompos & pupuk organik granuler serta biogas; limbah
pertanian (jerami padi, batang & daun jagung, pucuk tebu, jerami kedelai
dan kacang tanah) diproses menjadi pakan. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan
memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa padatan dimanfaatkan
menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi & ikan, dan yang berupa cairan
dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk tanaman sayuran dan ikan (Khuluq,2012).
Ciri utama
integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling
menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak
sebagai pupuk organik untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian
sebagai pakan ternak (Kuswandi,2007).
Pada model
integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan keterediaan pakan
dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti limbah pelepah sawit, limbah daun
dan limbah pertanian lainnya. Kelebihan
dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan “ketahanan
pakan” khususnya pada musim kemarau, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam
kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk
meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak sapi (Diwyanto dan Harianto,2001)
Menurut Najiyati et al. (2005), sistem
pertanian terpadu merupakan sistem budi daya dua jenis komoditas pertanian atau
lebih dalam satu siklus yang saling berkaitan (gambar 1)
Gambar 1. Model Sistem Pertanian Terpadu (Najiyati et al., 2005)
Menurut
Supangkat,(2009) Integrasi tanaman ternak merupakan salah satu sistem pertanian
terpadu yang memiliki siklus tidak terputus selagi komponen didalamnya tidak
hilang. Dengan kata lain semua komponen yang berperan saling berkaitan serta
memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup (gambar 2).
Gambar
2. Integrasi Tanaman dan Ternak (Supangkat,2009)
Salikin (2003) menjelaskan bahwa dengan sistem
terpadu, terdapat siklus yang tidak terputus dan saling menguntungkan dari
subbidang budi daya tanaman, perkebunan, peternakan, dan perikanan untuk jangka
waktu yang panjang tanpa kekhawatiran terjadinya pencemaran zat beracun karena
semua masukan berasal dari dalam ekosistem sendiri.
Pendapatan
menunjukkan besarnya balas jasa yang diterima oleh petani, karena petani
berperan dalam pengelolaan, mengerjakan dan menanam modal. Pendapatan usahatani
dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani.
Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dengan
pengeluaran atau biaya tunai usahatani. Usatani tanaman hortikultura,tanaman
pangan dapat menyediakan bahan yang dapat dipergunakan sebagai sumber pakan
,sementara ternak dapat dipergunakan ternak beban ataupundapat menyediakan
bahan baku sumber pupuk organic ataupun sebagai sumber energy. Dengan kata lain
ternak yang diintegrasikan dengan tanaman mampu memanfaatkan produk ikutan dan
produk samping tanaman , sementara ternak dapat menyediakan bahan baku pupuk
organic sebagai sumber hara yang sangat dibutuhkan tanaman dan energy bagi
kepentingan umat manusia (Dirjen Peternakan,2010).
Revolusi di dunia peternakan ditekankan pada
peningkatan kapasitas produksi ternak tetapi mengurangi seminimal mungkin
dampak negative pada lingkungan. Pertanian konvensial telah diketahui banyak
menyebabkan penurunan kesuburan tanah karena pemupukan yang intensif khususnya
pada daerah marginal. Pada saat yang sama juga diupayakan agar sumber daya alam
tetap lestari. Konsep system integrasi tanaman dan ternak memberikan solusi
untuk meningkatkan produktivitas ternak dan tetap menjaga kelestarian
lingkungan dengan meminimalkan penggunaan bahan. Peningkatan kebutuhan akan
lahan dan kenaikan kebutuhan akan produk ternak membuat hal itu menjadi makin
penting untuk dapat memastikan penggunaan sumber pakan yang efektif termasuk
limbah pertanian. Sistem pertanian terpadu menerapkan seminimal mungkin
penggunaan bahan untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan tinggi dan level
produksi berkelanjutan dengan meminimalkan efek negative pertanian dan menjaga
lingkungan (IFAD, 2004).
Sistem
peternakan ruminansia yang pada prinsipnya berbasis lahan, sedangkan penggunaan
lahan semakin bersaing untuk berbagai keperluan maka kedepan pengembangannya
diarahkan pada sistem pertanian terintegrasi (terpadu) antara tanaman pertanian
dengan peternakan.Integrasi hewan ternak dan
tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka
memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman
haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat
mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil
usaha taninya.keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan factor
pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan
ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran et al, 2005).
Menurut Supangkat (2009) sistem ini akan signifikan
dampak positifnya dan memenuhi kriteria pembangunan pertanian berkelanjutan
karena berbasis organik dan dikembangkan/diarahkan berbasispotensi lokal
(sumberdaya lokal). Tujuan penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan
seminimal mungkin input dari luar (input/masukan rendah) sehingga dampak
negatif sebagaimana disebutkan di atas, semaksimal mungkin dapat dihindaridan
berkelanjutan.
Petani memanfaatkan kotoran
ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian memanfaatkan limbah
pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara, 2004). Keterkaitan tersebut menurut Pasandaran et al.(2005) Merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong
pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan
cara yang berkelanjutan. Integrasi antara tanaman dan ternak dapat diaplikasikan
diwilayah agroekosistem komoditas tanaman pangan (padi dan palawija) dan
wilayah agroekosistem tanaman perkebunan diantaranya tanaman kelapa sawit dan
tebu.
Sebagaimana
halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian terpadu, yang melibatkan
tanaman dan ternak, sebenarnya telah diterapkan oleh petani di Indonesia sejak
mereka mengenal pertanian. Pada tahun 1970-an mulai diperkenalkan sistem
usahatani terpadu yang didasarkanrr pada hasil-hasil pengkajian dan penelitian,
yang dimulai dengan penelitian “on-station multiple cropping” oleh Lembaga
Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor dengan mengacu pada pola di IRRI
(Manwan, 1989). Mulai saat itulah secara bertahap muncul istilah-istilah “pola
tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping system) sampai akhirnya
muncul istilah “sistem usahatani” (farming systems), dan akhirnya “sistem
tanaman-ternak” yang merupakan terjemahan dari crop-livestock system (CLS).
Menurut Devendra
(1993) ada delapan keuntungan penerapan CLS, yaitu (1) diversifikasi penggunaan
sumberdaya produksi, (2) mengurangi terjadinya risiko, (3) efisiensi penggunaan
tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan komponen produksi, (5) mengurangi
ketergantungan energi kimia dan energi biologi serta masukan sumberdaya lainnya
dari luar, (6) sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi
sehingga melindungi lingkungan hidup, (7) meningkatkan output, dan (8)
mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil.
Penelitian
CLS sendiri secara kelembagaan dimulai di Batumarta, Sumatera Selatan pada
tahun 1985 ketika International Development Research Center (Canada) memberikan
bantuan kepada Puslitbang Tanaman Pangan dan Puslitbang Peternakan untuk
melakukan penelitian tanaman dan ternak secara terpadu (Ismail et al., 1989).
Pada
dasarnya penelitian CLS yang dilakukan di Batumarta (kemudian dikembangkan ke
dua lokasi lain di Lampung dan Bengkulu) adalah sistem usahatani-ternak yang
mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan (sustainable) yang ramah lingkungan
(environmentally tolerable), secara sosial diterima masyarakat (socially
acceptable), secara ekonomi layak (economically feasible) dan diterima secara
politis (politically desirable). Hasil penelitan dan pengembangan model di
Batumarta menunjukkan bahwa dengan diterapkannya ‘Model Tanaman-Ternak’ selama
tiga tahun, kesejahteraan petani lebih meningkat yang ditunjukkan dengan
peningkatan pendapatan menjadi US $ 1,500 per keluarga tani per tahun (Ismail et al., 1990).
Sistem
usahatani tanaman-ternak pada dasarnya merupakan respon petani terhadap faktor
yang harus dihadapi, mengingat terdapatnya berbagai ketidakpastian dalam
berusahatani (Soedjana, 2007). Pada saat persaingan dagang semakin meningkat
dan issu pembangunan berkelanjutan menjadi perhatian, sistem pertanian
terintegrasi tanaman-ternak perlu dikembangkan karena selain dapat menekan
biaya pakan pada usaha ternak namun juga menekan biaya pupuk pada tanaman,
serta dapat memperbaiki kualitas lahan yang rusak akibat penggunaan pupuk
buatan. Nurhidayati et al.(2008)
menyatakan bahwa sistem pertanian yang demikian dikenal dengan sistem pertanian
berkelanjutan dengan teknologi input luar rendah (Low External Input Sustainable Agriculture-LEISA).
Di
Sulawesi Utara, sapi dipelihara secara terpadu dengan tanaman, yang dikenal
dengan sistem integrasi tanaman-ternak (integrated
farming system). Usaha ternak sapi-tanaman dapat memberikan dampak
budidaya, sosial, dan ekonomi yang positif. Potensi ketersediaan pakan dari
limbah tanaman cukup besar sepanjang tahun sehingga dapat mengurangi
ketergantungan terhadap pakan dari luar danmenjamin keberlanjutan usaha
ternak (Priyanti 2007).
Prinsip keterpaduan dalam SPT yang harus
diperhatikan, yaitu: (1) Agroekosistem yang berkeanekaragaman tinggi yang
memberi jaminan yang lebih tinggi bagi petani secara berkelanjutan; (2)
Diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat dicapai dengan mengkombinasikan
spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi danberhubungan
dalam interaksi sinergetik dan positif, dan bukan hanya kestabilan yang dapat
diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih
rendah; (3) Dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan
sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan produk dan
konsumen, serta masalahkeseimbangan misi pertanian dalam pembangunan; (4)
Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal yang
menghasilkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yangmenggunakan
sumberdaya dan input yang ada secara optimal; (5)Menentukan kombinasi tanaman,
hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi
serta konservasi sumberdayayang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan,
tenaga kerja dan modal (Preston,2000).
Gambar 3. Model
Umum SPT (Preston, 2000)
Keanekaragamanfungsional
bisa dicapai dengan mengkombinasikan spesies tanaman danhewan yang memiliki
sifat saling melengkapi dan berhubungan dalaminteraksi sinergetik dan positif,
sehingga bukan hanya kestabilan yang dapatdiperbaiki, namun juga produktivitas
sistem pertanian dengan input yang lebih rendah (Stern et al, 1959).
Kelebihan
sistem ini, antara lain input dari luar minimal ataubahkan tidak diperlukan
karena adanya daur limbah di antara organismepenyusunnya, biodiversitas
meningkat apalagi dengan penggunaansumberdaya lokal, peningkatan fiksasi
nitrogen, resistensi tanaman terhadapjasad pengganggu lebih tinggi dan hasil
samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga (Preston,2000).
Dikatakan pula bahwa SPT memiliki keuntungan baik
aspek ekologi maupun ekonomi. Keuntungan yang dimaksud, yaitu lebih adaptif
terhadap perubahan (habitatlebih stabil), ramah lingkungan (UTARA/usaha tani
ramah lingkungan), hemat energi (tidak ada energi yang terbuang),
keanekaragaman hayati tinggi, lebih resisten, usaha lebih diversifikatif
(risiko kegagalan relatif rendah), diversifikasi produk lebih tinggi, produk
lebih sehat (minimalisasiresidu senyawa berbahaya), keberlanjutan usaha tani
lebih baik, serapan tenaga kerja lebih baik dan sinambung (Supangkat, 2009).
Sistem
seperti ini ternyata juga mampu memperbaiki produktivitas padi di lahan petani.
Kalau biasanya hanya 5-6 ton/hektar dapat meningkat menjadi 7,6-8 ton/hektar ,
Produktivitas cabai besar dapat ditingkatkan dari 0,5 kg/tanaman menjadi 0,7
kg/tanaman (Nurcholis et al, 2010).
SPT
akan lebih handal apabila komponen penyusunnya merupakansumberdaya lokal
sehingga keberlanjutannya lebih terjamin. Misal, komponen tanaman bersumber
dari varietas lokal karena varietas ini lebih responsif terhadap lingkungan
tumbuhnya sehingga tidak memerlukan masukan energi tinggi dari luar dan lebih
tahan atau lebih mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi
(fisik, kimia, hayati maupun ekonomi). Sedangkan, benih/bibit hibrida memiliki
kelemahan, antara lain tidak mampu beradaptasi secara optimal dengan agroklimat
lokal, menurunkan vigor dalam persilangan murni, seringkali benih hasil
rekayasa tidak terbebas dari bibit hama dan penyakit dan menciptakan
ketergantungan petani terhadap benih buatan pabrik setiap musim tanam (Salikin,
2003).
SPT lebih familiar dengan kultur lokal mengingat
sistem ini sebenarnya telah dikembangkan secara konvensional oleh petani
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, penerapan sistem ini secara kultural
tidak mengalami hambatan. Secara umum, penerapan SPT berbasis potensi lokal akan
mampu menopang keberlanjutan pembangunan pertanian berkelanjutan baik pada
tingkat mikro, meso (kabupaten/provinsi) mapun makro (nasional). Dampak positif
penerapan sistem ini lebih dominan dibandingkan dampak negatifnya, baik
ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena sistem ini sejalan
dengan konsep conserving while using (Suprodjo,2009).
(Sitorus
et.al,1984) menyarankan dilakukan
penelaahan potensi wilayah dan kebutuhan ternak ,meliputi rumput – rumputan dan
limbah pertanian untuk pakan ternak sebagai sumber tenaga, penghasil pupuk
kandang dan sumber pendapatan. Hutabarat (2002) menyatakan bahwa adanya kotoran
sapi dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk yang sekaligus dapat mengurangi
biaya produksi di samping menjaga kelestarian bahan organik tanah khususnya
wilayah perkebunan berlereng serta ternak dapat berperan sebagai industri
biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan penyedia kompos.
Pada
dekade tahun 1990 –an telah diintensifkan integrasi tanaman padi dan ternak
sapi. Dalam hal ini dioptimalkan pemanfaatan pupuk organik berasal dari kotoran
sapi biasa mencapai 40 % dari pendapatan (Dwiyanto ,dkk.2001). Bertitik tolak
dari hal tersebut sudah banyak program peningkatan pendapatan petani peternak
mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak dengan melibatkan ternak
(Kusnadi et al,2007).
Pada
model komplementasi tanaman-ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan
pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman, seperti jerami padi, jerami jagung,
limbah kacang-kacangan dan limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim
kering, limbah ini bisa menyediakan pakan berkisar 33,3% dari total rumput yang
dibutuhkan dan Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu
meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim kering juga mampu menghemat
enaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani
untuk meningkatkan skala pemeliharaan ternak (Kariyasa, 2003).
Usaha ternak telah
banyak berkembang di Indonesia, akan tetapi petani pada umumnya masih
memelihara sebagai usaha sambilan, dimana tujuan utamanya adalah sebagai
tabungan, sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara
konvensional. Kendala utama yang dihadapi petani yang belum memadukan usaha
tanaman-ternak adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada
musim kemarau Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya
walaupun dengan harga relative murah (Sudaratmaja,2004).
Sistem produksi ternak
herbivora yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian dapat disesuaikan
dengan keadaan tanaman pangan Ternak tidak berkompetisi pada lahan yang sama.
Tanaman pangan dengan komponen utama dan ternak menjadi komponen kedua. Ternak
dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan
setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman
pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh disekitar tempat
tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki
struktur tanah melalui urin dan fecesnya (Suwono,2004).
Hewan ternak dapat hidup dan berkembangbiak dengan
baik apabila terpenuhi kebutuhan karbohidrat dan protein nabati dari tanaman.
Produktivitas ternak dapat meningkat ketika konsumsi pakan ternak oleh hewan
ternak juga meningkat yang diperoleh dari meningkatnya ketersediaan pakan
ternak akibat meningkatnya produktivitas tanaman. Peningkatan produktivitas
tanaman tidak terlepas dari terpenuhinya konsumsi air dan pupuk (pupuk kandang
dan pupuk cair) oleh tanaman yang disediakan alam dan hewan ternak. Dengan
demikian, ada hubungan kausalitas antara produktivitas ternak dan produktivitas
tanaman.Peran teknik pertanian dalam penyediaan pakan ternah diantaranya adalah
desain mesin pencacah (chopper) dan mesin penyampur pakan ternak,
sedangkan dalam penyediaan air untuk tanaman diantaranya adalah teknik
pemanfaatan air permukaan dan air tanah secara optimum (Ginting,2006).
BAB III
INTERPRETASI
Pertanian terpadu pada hakekatnya merupakan
pertanian yang menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran
nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah
yang akan mnghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang
terjaga secara efektif dan efisien. Konsep pertanian masa depan yang disebut
sistem pertanian berkelanjutan dengan teknologi input luar rendah (LEISA).
LEISA dianggap sistem yang menjanjikan kehidupan yang layak bagi petani,
bertolak pada optimalisasi sumberdaya lokal yang ada, dengan pendekatan
”keseimbangan” dan memperhatikan
kesehatan lingkungan. Termasuk dalam LEISA yaitu sistem pertanian
terpadu (integrated farming sistem).
Sistem Pertanian Terpadu (SPT) atau Integrated
Farming Sistem (IFS) telah merubah dengan cepat peternakan konvensional,
budidaya perairan, hortikultura, agroindustri dan segala aktivitas pertanian di
beberapa negara, khususnya di daerah tropis dan sub-tropis basah (not-arid).
SPT dapat mengatasi semua kendala tersebut, tidak saja dari aspek ekonomi dan
permasalahan ekologis, tetapi juga menyediakan sarana produksi yang diperlukan
seperti bahan bakar, pupuk dan makanan, di samping produktivitas terus
meningkat. Hal itu dapat mengubah sistem pertanian yang penuh resiko (terutama
di negara-negara miskin) kearah sistem pertanian ekonomis dan kondisi ekologi
seimbang.
Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada
tingkat yang maksimal mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu
yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal. Tantangannya
adalah menemukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarahpada
produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya yang
relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal. Upaya
menemukan perpaduan sumberdaya lahan yang sesuai maka secara alamiah dapat
memperbaiki sifat marjinal dari lahan dan dapat meningkatkan produktivitas
lahan, serta pada akhirnya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Jika dilihat dari awal pengembangannya,
konsep pertanian terpadu dimulai dengan sistem pertanian yang melakukan
pertanaman kombinasi beberapa jenis tanaman dalam satu lahan yang sama (multiple
cropping). Konsep ini yang juga dikenal dengan food feed system, berkembang
kemungkinan dari pemikiran bahwa ekosistem di alam tersusun sangat kompleks dan
terjadi suatu keseimbangan alam yang berkelanjutan (lestari) karena adanya
interaksi dalam ekosistem tersebut. Adanya pembukaan lahan untuk pertanian dan
penerapan sistem pertanian monokultur bertentangan dengan konsep kelestarian
alam karena ekosistem berubah susunannya menjadi sangat sederhana yang terdiri
dari hanya satu jenis tanaman sehingga rentan terhadap ketidakseimbangan
seperti menurunnya kualitas lahan/lingkungan, timbulnya hama dan penyakit, dll.
Sistem tanam ganda (multiple cropping) mengurangi dampak-dampak negative dari
perubahan ekosistem tersebut sekaligus memberi manfaat peningkatan produksi
dari tanaman yang ditanam.
Konsep pertanian terpadu selanjutnya
lebih berkembang lagi dengan memasukkan komponen ternak di dalam sistem
usahatani tersebut yang dikenal dengan sistem usahatani dan terakhir sistem
tanamanternak . Di dalam sistem usahatani, ternak diintegrasikan dengan tanaman
pangan untuk mencapai kombinasi yang optimal dimana dengan kombinasi tersebut
input produksi menjadi lebih rendah (zero waste/low input) sedangkan
produksi didorong menjadi setinggi-tingginya. Prinsip menekan resiko usaha
karena adanya diversifikasi usaha dan kelestarian sumberdaya lahan juga menjadi
titik perhatian dalam sistem ini.
Dalam perkembangan selanjutnya,
sesungguhnya ternak tidak hanya dapat diintegrasikan dengan tanaman pangan akan
tetapi dapat diintegrasikan dengan tanaman lain seperti tanaman hortikultura
dan tanaman perkebunan. Dengan demikian istilah sistem tanaman-ternak (CLS)
lebih cocok dan fleksibel untuk diberikan dalam pola integrasi ini. CLS tidak
hanya dipahami terbatas pada sistem integrasi padi (tanaman pangan) dengan
ternak saja akan tetapi merupakan sistem integrasi berbagai jenis tanaman
pertanian yang memungkinkan dengan berbagai jenis ternak.
Dalam sistem integrasi ini komponen agroekosistem
disusun dalam suatu bentuk kombinasi yang memiliki sifat saling melengkapi
(komplementari) dan berhubungan dalam interaksi yang bersifat sinergis
(positif). Interaksi yang terjadi di dalam sistem integrasi ini mendorong
terjadinya efisiensi produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan
diversifikasi usaha dan peningkatan daya saing produk pertanian yang
dihasilkan, sekaligus mempertahankan dan melestarikan sumberdaya lahan.
Keuntungan penerapan komplementasi
tanaman-ternak sangat banyak yaitu diversifikasi penggunaan sumberdaya
produksi, mengurangi terjadinya resiko, efisiensi penggunaan tenaga kerja,
efisiensi penggunaan komponen produksi, mengurangi ketergantungan energi kimia
dan energi biologi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar.
Sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, meningkatkan output, dan mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil. Kedelapan kuntungan ini dapat menjadi ciri atau patokan dari penerapan CLS yang berhasil.
Sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, meningkatkan output, dan mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil. Kedelapan kuntungan ini dapat menjadi ciri atau patokan dari penerapan CLS yang berhasil.
Kombinasi peternakan dan aktivitas pertanian telah
banyak membantu petani dalam menghasilkan produk pertanian secara organik dengan
menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk untuk tanaman, dan residu tanaman
digunakan sebagai pakan ternak. Umumnya kebanyakan dari pupuk kehilangan
setengah dari kandungan nitrogennya sebelum menjadi nitrat tersedia bagi
tumbuhan. Jumlahnya menjadi tidak cukup jika populasi tanaman meningkat,
sehingga pupuk kimia dan makanan buatan harus digunakan, keuntungan petani yang
kecil menjadi merosot.
Pemaduan
perikanan dalam petenakan dan pertanian akan memperbaiki baik persediaan pupuk
maupun pakan, dan nilai pasar yang lebih tinggi dari ikan sebagai bahan pangan.
Secara teknis, penambahan yang penting dari siklus kedua yang dihasilkan oleh
kotoran ikan memberikan keuntungan pada proses yang terintegrasi.
Sistem
pertanian terpadu dapat meningkatkan kemampuan para petani dalam memproduksi
pupuk organik dan kemudian dapat membudayakan pertanian organik. Pertanian
organik akan dapat menghasilkan produk pertanian dengan kualitas tinggi dan
higienis yang tidak terkontaminasi dengan bahan kimia yang kurang baik bagi
kesehatan. Pengembangan sistem pertanian terpadu saat ini masih lamban dan
belum memenuhi kaidah keterpaduan sistemnya. Petani pada umumnya menerapkan
sistem ini sifatnya masih parsial atau linear, artinya pengelolaan
masing-masing komponen sistem masih terpisah atau sendiri-sendiri, misal ternak
saja atau tanaman saja atau ikan saja.
Penerapan sistem pertanian terpadu
perlu dilakukan diseluruh usahatani yang ada di Indonesia, mengingat
ketergantungan petani kita terhadap pestisida dan pupuk kimia sangat tinggi.
Selain dari usahatani, diharapkan petani dapat mendapatkan penghasilan dari
ternak berupa susu ataupun daging sehingga petani tidak perlu khawatir akan
ketergantungan terhadap penghasilan usahatani. Selain sebagai pupuk organik,
kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai biogas yang bermanfaat sebagai gas rumah
tangga. Dengan demikian petani dapat menghemat pengeluaran rumah tangga.
Budaya etos kerja yang tinggi dapat menunjang
keberhasilan penerapan usaha terpadu ini. Lingkungan memberikan pengaruh karena
dapat mempengaruhi kinerja unit biogas yang dibangun, kondisi lingkungan yang
mendukung proses biogas adalah ketersediaan air dan suhu yang ideal untuk
proses fermentasi di dalam digester biogas.
Dalam pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan
suatu sistem yang dapat mengubah karakteristik limbah yang selama ini menjadi
beban biaya tanpa hasil menjadi beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan.
Dengan demikian diperlukan kerja sama antara dinas pertanian dan peternakan
dalam membimbing petani untuk menciptakan suatu usahatani dan usahaternak yang
saling berkaitan demi mewujudkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
BAB
IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Integrated
Farming System atau yang lebih dikenal sebagai sistem pertanian terpadu sangat
cocok digunakan di Indonesia yang mayoritas petaninya bergantung kepada
penggunaan pupuk kimia yang tinggi. Penerapan sistem pertanian terpadu
khususnya komplementasi tanaman dan ternak diharapkan dapat menekan penggunaan
pupuk kimia dan dapat mengurangi biaya produksi serta meningkatkan keuntungan
para petani.
2. Penerapan
sistem pertanian terpadu diharapkan dapat mengurangi kerusakan ekosistem
sekitar dari bahaya bahan kimia dan dapat mewujudkan suatu usahatani yang ramah
lingkungan agar dapat berjalan secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Devendra,
C., 1993. Sustainable Animal Production from Small Farm Systems in South East
Asia. FAO Animal Production and Health Paper. FAO Rome.
Dirjen
Peternakan ,2010. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Integrasi Ternak Sapid
Tanaman .Direktorat Jenderal Peternakan .Kementrian Pertanian, Jakarta.
Tanaman .Direktorat Jenderal Peternakan .Kementrian Pertanian, Jakarta.
Diwyanto
dan Haryanto.2001. Importance of integration in sustainable farming
system.dalam
Diwyanto,Prawiradiputra dan Darwinsyah Lubis. Integrasi tanaman Ternak dalam
Pengembangan Agribisnis yang Berdaya Saing Berkelanjutan Dan Berkerakyatan
WARTAZOA, 12 (1) : 1-7
Diwyanto,Prawiradiputra dan Darwinsyah Lubis. Integrasi tanaman Ternak dalam
Pengembangan Agribisnis yang Berdaya Saing Berkelanjutan Dan Berkerakyatan
WARTAZOA, 12 (1) : 1-7
Ginting,
E.H. 2006. Perancangan Fasilitas Biogas Kandang Terpencar Kelompok Ternak
Tani Pandan Mulyo Dukuh Ngentak. Skripsi. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas
Teknik,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tani Pandan Mulyo Dukuh Ngentak. Skripsi. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas
Teknik,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hutabarat,T.S.P.N.
2002. Pendekatan Kawasan dalam Pembangunan Peternakan. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan ,Departemen Pertanian.Jakarta.1-13
Jenderal Bina Produksi Peternakan ,Departemen Pertanian.Jakarta.1-13
IFAD, 2004. Integrated Crop-Livestock Farming
Systems.Penerbit Swadaya: Jakarta
Ismail, I. A. Djajanegara dan H.
Supriadi. 1989. Farming Systems Research in Upland
Transmigration Areas : Case in Batumarta. In: Sukmana et al. (eds). Development
in Procedures for Farming Systems Research: Proceeding of an International
Workshop. Agency for Agricultural Research and Development. Indonesia.
Transmigration Areas : Case in Batumarta. In: Sukmana et al. (eds). Development
in Procedures for Farming Systems Research: Proceeding of an International
Workshop. Agency for Agricultural Research and Development. Indonesia.
Ismail,
I., H. Supriadi, B. Prawiradiputra, U. Kusnadi, A. Djauhari dan Y. Supriyatna
1990. Model usahatani tanaman-ternak untuk
meningkatkan pendapatan petani
transmigrasi lahan kering. Dalam: SYAM et al. (eds). Sistem Usahatani di
Lima Agro-ekosistem. Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
transmigrasi lahan kering. Dalam: SYAM et al. (eds). Sistem Usahatani di
Lima Agro-ekosistem. Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Kariyasa,
K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan
Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertananian. Bogor. www.puslit-bogor.go.id.
(Akses 10 November 2015).
Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertananian. Bogor. www.puslit-bogor.go.id.
(Akses 10 November 2015).
Khuluq.A.D.2012.Potensi
Pemanfaatan Limbah Tebu Sebagai Pakan Fermentasi
Probiotik.Buletin Tanaman Tembakau,Serat dan Minyak Industri,4(1):37-45
Probiotik.Buletin Tanaman Tembakau,Serat dan Minyak Industri,4(1):37-45
Kusnadi,U.
2007. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak
(SITT)Untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi pengukuhan
professor riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(SITT)Untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi pengukuhan
professor riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kuswandi.2007.Teknologi
Pakan Untuk Limbah Tebu (fraksi Serat) sebagai Pakan Ternak
Ruminansia. Wartazoa 17(2):
82-92
Manwan,
I. ,1989. Farming systems research in Indonesia: its evolution and future
outlook. In:
Sukmana et al. (eds). Development in
Procedures for farming Systems
Research: Proceeding of an International Workshop. Agency for
Agricultural research and Development. Indonesia.
Research: Proceeding of an International Workshop. Agency for
Agricultural research and Development. Indonesia.
Najiyati, S.,
Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan – Proyek Climate Change, Forest and
Peatlands on Indonesia. Weatlands International – Indonesia Programme and
Wildlife Habitat Canada. Bogor
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan – Proyek Climate Change, Forest and
Peatlands on Indonesia. Weatlands International – Indonesia Programme and
Wildlife Habitat Canada. Bogor
Nurcholis,
M., G. Supangkat dan D. Haryanto. 2010. Pengembangan Sistem Pertanian
Terpadu untuk mendukung mendukung kemandirian Desa Banjararum,
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Laporan Pengabdian
Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW) DP2M Ditjen Dikti Depdiknas tahun
2010.
Terpadu untuk mendukung mendukung kemandirian Desa Banjararum,
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Laporan Pengabdian
Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW) DP2M Ditjen Dikti Depdiknas tahun
2010.
Nurhidayati,
I. Pujiwati, A. Solichah, Djuharu, dan A. Basit. 2008. Pertanian organik: Suatu
Kajian Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan. Program Studi
Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Malang: UIM.
Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Malang: UIM.
Pasandaran
E., Djajanegara A., Kariyasa K., dan Kasryno F. 2005. Kerangka Konseptual
Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta:
Departemen Pertanian.
Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta:
Departemen Pertanian.
Preston,
T.R. 2000. Livestock Production from Local Resources in an Integrated Farming
System; a Sustainable Alternative for the Benefit of Small Scale Farmers and
theEnvironment. Workshop-seminar "Making better use of local feed
resources"SAREC-UAF, January , 2000.
System; a Sustainable Alternative for the Benefit of Small Scale Farmers and
theEnvironment. Workshop-seminar "Making better use of local feed
resources"SAREC-UAF, January , 2000.
Priyanti, A.
2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak terhadap Alokasi
Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani. Disertasi.
Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani. Disertasi.
Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Reijntjes,
C., B. Haverkort, dan A. Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar
untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (terjemahan).
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (terjemahan).
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Salikin,
K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Sitorus,P.U.Kusnadi
dan T.Manurung.1984. Strategi Penelitian Usahatani Pola Peternakan di
Daerah Transmigrasi. Proceeding Pertemuan Teknis Pola Usahatani
Menunjang Transmigrasi. Cisarua
Daerah Transmigrasi. Proceeding Pertemuan Teknis Pola Usahatani
Menunjang Transmigrasi. Cisarua
Soedjana.
2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respon Petani
Terhadap Faktor Resiko dalam Prawiradiputra., Masih Adakah Peluang
Pengembangan Integrasi Tanaman-Ternak Dengan Ternak di Indonesia.
WARTAZOA. 19 (3): 143-149
Terhadap Faktor Resiko dalam Prawiradiputra., Masih Adakah Peluang
Pengembangan Integrasi Tanaman-Ternak Dengan Ternak di Indonesia.
WARTAZOA. 19 (3): 143-149
Stern,
V.M., R.F. Smith., R. van der Bosh, dan K.S. Hagen. 1959. The Integrated Control
Concept. Hilgardia 29 (2) : 81-101.
Concept. Hilgardia 29 (2) : 81-101.
Sudaratmaja,
N. Suyasa. 2004. Subak dalam Perspektif Sistem Integrasi Padi-Ternak di Bali.
Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta. www.balitbang.go.id. ( Akses 10
November 2015).
Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta. www.balitbang.go.id. ( Akses 10
November 2015).
Supangkat,
G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan Pengembangannya.
Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember 2009.
Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember 2009.
Suprodjo,
S.W. 2009. Konservasi Ekosistem. Disampaikan pada Kuliah Perdana Program
Studi Ilmu Lingkungan tanggal 21 Desember 2009, Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
Studi Ilmu Lingkungan tanggal 21 Desember 2009, Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
Suwono,
M. F. Kasiyadi. 2004. Penggunaan Pupuk Organik dalam Sistem Integrasi Tanaman-
Ternak di Jawa Timur. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan
Usahatani | Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
www.balitbang.go.id (Akses 10 November 2015).
Ternak di Jawa Timur. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan
Usahatani | Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
www.balitbang.go.id (Akses 10 November 2015).
bang izin copy boleh ? banyak sekali materi yang saya butuhkan untuk tugas, hasil karya abang luar biasa berguna untuk saya dan masa depan saya :')
BalasHapus