Blogger Widgets
Powered By Blogger

Minggu, 16 April 2017

LAPORAN AGROKLIMATOLOGI RADIASI SURYA


LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI
RADIASI SURYA


Disusun Oleh :
 
      NAMA      : NICO DWI ARDIYANSAH
      NPM         : E1J013079
SHIFT      : SABTU PUKUL 10:00-12:00 WIB
                             COASS     : 1. JULIA WULANDARI
                                                 2. M. HARIS SUPRAYOGI



LABORATORIUM  ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Matahari adalah pabrik tenaga nuklir yang dengan memakai proses fusi mengubah sejumlah empat ton massa hidrogen yang banyak terdapat di jagad raya menjadi helium tiap detiknya dan menghasilkan energi dengan laju 1020 kW-Jam/detik. Berbeda dengan proses fusi nuklir yang berbahaya, proses yang terjadi merupakan yang paling bersih dan gratis, selain itu energi ini tidak memerlukan sarana angkutan atau transmisi jarak jauh, tidak berisik serta memiliki potensi yang besar di berbagai lokasi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Energi surya memegang peranan paling penting dari berbagai sumber energi lain yang dimanfaatkan oleh manusia. Energi surya merupakan sumber berbagai sumber energi. Energi surya mengawali terbentuknya sumber energi yang lain dan sumber energi lain akan tercipta selama ada matahari.  Sebagian besar radiasi surya yang masuk ke atmosfer akan diserap oleh mahluk hidup yang memiliki klorofil kemudian menggunakannya untuk membentuk biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baik secara langsung maupun melalui pembentukan bahan bakar fosil.  Selain itu, radiasi surya yang jatuh pada permukaan air akan memanaskan dan menguapkan air tersebut sehingga daur hidrologi terbentuk.  Pada topografi permukaan bumi yang berbeda, daur hidrologi yang ada dipermukaan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.  Ketidakseragaman radiasi surya di permukaan bumi juga membantu dalam pembentukan pusat-pusat tekanan udara tinggi dan rendah yang mengakibatkan terjadinya angin sebagai sumber energi.  Mengingat kembali hukum Termodinamika I, sumber-sumber energi ini pun dapat diubah menjadi bentuk yang lain seperti listrik, kimia, elektromagnetik, panas, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara dari matahari di suatu daerah adalah, (1) Lamanya penyinaran matahari, (2) Sudut datang sinar matahari. Factor lamanya penyinaran matahari dapat diukur dengan menggunakan salah satu dari tipe Camble Stokes, yang mempunyai prinsip kerja dan bagian-bagian penting tertentu.

1.2 Tujuan
Menentukan intensitas radiasi dan lama penyinaran surya pada satu hari.Menghitung data intensitas dan lama penyinaran surya untuk periode selama satu bulan dan memperkirakan fluktuasi tahunannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Radiasi adalah suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang melibatkan pindahan tenaga oleh gejala gelombang elektromagnetik. Radasi matahari yang diterima oleh bumi akan diterima dengan cara diserap dan tidak tertangkis oleh atmosfer sampai ke permukaan bumi. Karena bumi sangat padat maka radiasi ini bukan ditangkis, melainkan dikembalikan satu arah ke atmosfer (Proses ini biasa disebut Refleksi).Es dan salju merefleksi sebagian besar radiasi matahri yang sampai ke Bumi, sedangkan laut memiliki daya refleksi yang sangat sedikit (Pitts and Sissom ,2001).
            Radiasi matahari merupakan unsur yang sangat penting dalam bidang pertanian. Pertama, cahaya merupakan sumber energi bagi tanaman hijau yang melalui proses fotosintesa diubah menjadi tenaga kimia. Kedua, radiasi memegang peranan penting sebagai sumber energi dalam proses evaporasi yang menentukan kebutuhan air tanaman (Wisnubroto, 2005).
Radiasi adalah suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang melibatkan pindahan tenaga oleh gejala gelombang elektromagnetik. Gaya radiatif pemindahan kalor dalam dua pengakuan penting dari yang memimpin dan konvektif gaya (1) tidak ada medium diperlukan dan (2) pindahan tenaga adalah sebanding kepada kuasa ke lima atau keempat dari temperatur menyangkut badan melibatkan (Pitts and Sissom, 2001).
Pada waktu radiasi surya memasuki sistem atmosfer menuju permukaan bumi (darat dan laut), radiasi tersebut akan dipengaruhi oleh gas-gas aerosol, serta awan yang ada diatmosfer. Sebagian radiasi akan dipantulkan kembali keangkasa luar, sebagian akan diserap dan sisanya diteruskan kepermukaan bumi berupa radiasi langsung (dircet) maupun radiasi baur (diffuse). Jumlah kedua bentuk radiasi ini dikenal dengan “Radiasi Global”. Alat pengukur radiasi surya yang terpasang pada station. Station klimatologi (Solarimeter atau Radiometer) untuk mengukur radiasi global (Hoesin,2000).
Daerah yang menjadi lokasi reaksi nuklir kuat yang menghasilkan keluaran energi maha besar adalah matahari. Di tengahnya berada suatu daerah yang disebut zona radiasi, di mana energi ditransfer oleh radiasi dibanding oleh pemindahan gas/panas. Istilah bagian dalam matahari sering digunakan untuk meliputi keduanya zona pemindahan gas/panas dan radiasi (Chaisson and McMillan,1996).
Pada tahun 1946 dilakukan perekaman spektrum radiasi matahari untuk yang pertama kali dari ketinggian di atas lapisan ozon. Pada tahun 1949 perekaman dilanjutkan untuk daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari ketinggian 100 km. dari eksperimen-eksperimen tersebut diperoleh bahwa untuk daerah panjang gelombang di atas 2900 Angstrom suhu radiasi matahari antara 5500 sampai 6000 oK. Untuk daerah panjang gelombang hingga mencapai sekitar 5000oK (Soegeng, 1996).
Penyinaran atau isolasi adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi, bentuknya adalah sinar-sinar bergelombang pendek yang menerobos atmosfer. Sebelum mencapai permukaan bumi sebagian hilang karena absorbsi. Adapun yang berhasil sampai ke bumi kemudian dilepaskan pula melalui refleksi; ini terutama terjadi di kedua daerah kutub bumi dan di dataran-dataran salju serta perairan (Daldjoeni, 1983).
Ketika kita menyebut iklim dan cuaca sebagian besar ditentukan oleh rejim embun dan temperatur. Sehingga untuk memahami bagaimana rejim ini dibagi-bagikan di atas muka bumi diperlukan untuk menguji anggaran embun dan panas di bawah yang mana sistem atmosfer bumi harus beroperasi (Petterssen, 1997).
Hukum penyinaran dasar menekankan bahwa ketika mempertimbangkan radiasi dalam sistem iklim adalah menguntungkan untuk menggunakan dua rejim radiasi yang beda: radiasi gelombang pendek (matahari) yang dipancarkan oleh bumi dan atmosfernya (Seller and Robinson, 1990).
Cahaya difusi semakin penting bilamana cahaya matahari berkurang baik oleh penghalang yang nyata (awan, daun, dll) atau oleh karena penghamburan partikel-partikel atau molekul-molekul di atmosfer. Penghamburan cahaya dipengaruhi oleh kerapatan partikel-partikel tersebut, dan juuga oleh panjang celah cahaya matahari langsung yang melalui atmosfer, keduanya meningkatkan kemungkinan terjadinya penghamburan. Partikel-partikel seperti partikel debu dan asap, dan molekul-molekul seperti uap air, menyebabkan penghamburan yang berbanding terbalik dengan panjang gelombang;fungsi tenaga dari hubungan ini tergantung pada ukuran partikel, tetapi pengaruh netonya mengurangi kandungan cahaya difusi (Fitter dan Hay, 1991).
Distribusi radiasi surya yang tidak merata di muka bumi adalah penyebab utama timbulnya cuaca dan iklim. Tidak saja distribusi energi surya itu yang mengandalkan iklim, tetapi energi surya itu sendiri merupakan suatu unsur vital iklim. Energi itu secara langsung bertanggung jawab atas berlangsungnya proses fotosintesis; periode siang dan malam yang panjangnya bervariasi mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman. Energi surya juga penting pengaruhnya dalam evapotranspirasi (pelepasan air) dan terhadap jumlah kebutuhan tanaman akan air (Trewartha dan Horn, 1999).
Permukaan yang bersifat seperti benda hitam tidak akan memantulkan cahaya radiasi yang diterimanya, oleh karena itu kita sebut sebagai penyerap paling baik atau permukaan hitam. Jadi permukaan yang tidak memantulkan radiasi akan akan terlihat hitam oleh kita karena tidak ada sinar radiasi yang dipantulkan mengenai mata kita (Koestoer, 2003).
           



























BAB III
METODOLOGI

3.1 Bahan dan alat
Adapun bahan dan alat yang di pergunakan pada saat proses pengamatan adalah sebagai berikut :
1.        Solarimeter dan solarigraf
2.        Campbell stokes
3.        Pias masing-masing alat
4.        Data masing-masing alat
5.        Data hasil pengukuran
6.        Alat tulis

3.2 Cara kerja
1.      Mempraktikan cara pemasangan kertas pias pada cambel stok.
2.      Mengamati kertas pias yang terbakar karena sinar matahari.
3.      Menghitung intensitas radiasi dan lama penyinaran surya terekam pada hari pengukuran.
4.      Membahas data yang yang diperoleh dengan mempertimbangkan catatan yang telah diamati.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan
Data
Lama Penyinaran
1.      Data 1





2.      Data 2





3.      Data 3
Terbakar  = 0,5 cm
1 jam       = 1,8 cm
LP  x 60
      
= 16,6 menit
                                                    Rabu
Terbakar = 0,5 cm
1 jam      = 1,6 cm
LP  x 60
      
= 18,7 menit

Terbakar = 1 cm
1 jam       =1,7 cm
LP  x 60                 kamis
        
= 35,2 menit


4.2. Pembahasan
Intensitas radiasi sangat berpengaruh sekali bagi segala jenis tumbuhan, karena intensitas cahaya membantu pertumbuhan pada setiap tanaman untuk berfotosintesis, memasak zat-zat kimia yang ada pada daun untuk dijadikan menjadi cadangan makanan dan membantu pertumbuhan sel-sel tanaman pada permukaan kulit batang dan daun. Intensitas radiasi merupakan gelombang elektromatik atau gelombang pendek. Perlunya pengamatan radiasi surnya ini dipelajari adalah untuk dapat mengetahui seberapa besar intensitas cahaya matahari jatuh kepermukaan bumi menyinari setiap tumbuhan dan terkhususnya adalah tanaman yang dibudidayakan, karena tidak semua jenis tanaman budidaya tahan terhadap radiasi surya.
Selain intensitas radiasi surya, lamanya penyinaran surya juga mempengaruhi bagi tumbuhan, lama penyinaran adalah seberapa lama radiasi surya menyinari permukaan bumi dalam kurung waktu tertentu. Lama penyinaran disetiap garis lintang tidaklah sama dan pada umumnya di aquator perbedaan panjang hari relatife. Semakin lama intensitas cahaya menyinari permukaan bumi maka akan berdampak terhadap tumbuhan baik berdampak positip yaitu semakin banyak udara O2 di keluarkan oleh tumbuhan disebabkan fotosintesis berkepanjangan dan akan berdampak negatip bagi tumbuhan yaitu kekeringan bagi daun karena lamanya penyinaran memaksa tanaman untuk berpotosintesis hingga kandungan air semakin lama semakin habis sehingga mengkibatkan kekeringan terhadap daun.
Dari data diatas maka di dapat pada kelompok 1 diperoleh sebanyak 105 menit/hari, pada kelompok 2 diperoleh selama 90 menit/hari, pada kelompok 3 diperoleh selama 100 menit/hari dan pada kelompok 4 diperoleh selama 220 menit/hari.Dari data tersebut maka dapat  disimpulkan bahwa lama penyinaran yang paling lama adalah pada kertas pias yang diamati ole kelompok 4 yaitu lama penyinaran mencapai 220 menit/hari atau 3 jam 40 menit dan yang paling sedikit yaitu pada kertas pias yang diamati ole kelompok 2 yaitu diperoleh lama penyinaran selama 90 menit/hari.  
















BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan































DAFTAR PUSTAKA

Chaisson, E. and S. McMillan, 1996. Astronomy Today. Second Edition. Prentice Hall, New
        Jersey.
Daldjoeni , 1993. Astronomy Today. Second Edition. Prentice Hall, New Jersey.

Hoesin, Haslizen. (2000). Model Matematis Radiasi Matahari Langit Bening dan Langit Sembarang. Teknik Industri – Tak Teknik, Universitas ARS Internasional, Bandung, November.
Lakitan, Benyamin,1994, Dasar-Dasar Klimatologi, Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.

Petterssen, S., 1997. Introduction To Meteorology. Second Edition. Mc-Graw Hill Book Company, Inc., New York.

Pitts, D. R., and L. E. Sissom, 2001. Theory and Problems of Heat Transfer. Second Edition. McGraw-Hill, New York.

Seller, A. H. and P. J. Robinson, 1990. Contemporary Climatology. Longman Scientific &             Technical, New York.

Soegeng, R., 1996. Ionosfer. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Trewartha, G. H. dan L. H. Horn. 1999. Pengantar Iklim. Edisi Kelima, Gajah Mada           University Press, Yogyakarta.

Wisnubroto, S., 2006. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya, Jakarta.











2 komentar:

  1. itulaaa bang siapa tau abang dapat berkah karena udah bantu orang yg kesusahan sama tugasnya

    BalasHapus