LAPORAN PRAKTIKUM
HORTIKULTURA
ACARA 1
“Kualitas Produk
Tanaman Hortikultura”
Oleh :
NAMA
: Nico Dwi Ardiyansah
NPM : E1J013079
Shift : Senin Pukul 10:00-12.00 Wib
Coas : Iwan Setiawan
LABORATORIUM AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau bagian-bagian dari
tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dari
panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua macam yaitu ketuaan fisiologis
dan ketuaan komersil.
Masalah penanganan produk
hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah
yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang,
maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani
mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak
mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu
atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak
tahan disimpan lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.
Hal tersebutlah yang menjadi
perhatian kita semua, bagaimana agar produk hortikultura yang telah dengan
susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya
dengan kualitas yang sebaik-baiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau
kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu
diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk
hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap
penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau
upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau
meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan
terjadinya sekecil mungkin.
Pengaturan suhu dan penggunaan zat
pengatur tumbuh yang tepat dapat mengurangi atau meniadakan terjadinya
kerusakan pada komoditi hortikultura. Namun, jika pelaksaan keduanya tidak
tepat malah akan menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas produk seperti
chilling injury dan degreening. Sehingga pengetahuan akan pemanfaatan teknologi
tersebut menjadi penting untuk dipelajari.
1.2 Tujuan Praktikum
1. mengukur kadar air beberapa produk pertanian.
2. mengukur kadar bahan terlarut beberapa buah.
3. mengenal tingkat kematangan buah dari pengamatangan visual dan
pengukuran manual.
4. menghubungkan kualitas produk antara pengamatan visual dan pengukuran
manual dengan pengukuran laboratorium.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi saat
panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu
jeruk. Umur buah yang optimum untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari
saat bunga mekar. Ciri-ciri buah yang siap dipanen : jika dipijit tidak
terlalu keras; bagian bawah buah jika dipijit terasa lunak dan jika
dijentik dengan jari tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna
kuning untuk jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%. Kadar gula
dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di
kebun. Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen
sekaligus, tergantung pada kematangannya.
Parameter mutu fisik buah yang
menentukan saat pemanenan yang tepat antara lain tekstur, kekerasan atau
kepadatan, berat jenis, kandungan sari buah (juice), warna kulit, kesegaran dan
kebersihan kulit, warna daging buah, ukuran, dan bentuk buah (Sjaifullah,
1996). Sedangkan parameter mutu buah secara kimiawi meliputi kandungan
pati, kandungan gula, keasaaman, kandungan lemak, protein, vitamin, dan
mineral. Pisang biasa dipanen apabila sisir pertama pada tandan sudah terdapat
1-2 buah yang menguning. Pada saat itu pertumbuhan buah sudah mencapai atau
mendekati maksimum, artinya tidak akan membesar lagi (Sjaifullah, 1996).
Berdasarkan pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik
adalah buah yang mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak,
kemudian menurun secara cepat. Buah klimakterik mengalami peningkatan
laju respirasi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik
tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan. Buah
jeruk termasuk non klimaterik, sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir
fase kemasakan buah agar daya simpannya lebih lama (Dhalimi, 1990).
Respirasi menyebabkan buah menjadi masak dan tua yang
ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi antara lain proses
pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan
keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Laju respirasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah
panen. Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila
proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya
terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang (Sutopo, 2011)
III. METODOLOGI
3.1
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu berbagai buah dan sayur ,alumunium foil, air
aquades, dan tissue. Alat yang digunakan yaitu oven, timbangan digital, gelas
ukur, gelas beaker, mortal, pestel, spatula, pipet, hand refractometer, hand
penetrometer dan alat tulis.
3.2
Cara Kerja
3.2.1
Pengukuran Kadar Air.
1. Menimbang masing-masing
jenis sayur dan buah segar yang disediakan sebanyak 50 gram.
2. Membungkus masing-masing
produk dan diberi label.
3. Setiap jenis produk diulang
sebanyak 3 kali.
4. Mengoven sample pada suhu 70oC.
5. Menimbang secara berkala
hingga diperoleh bobot konstan.
3.2.2
Pengukuran Kandungan Bahan Terlarut.
1. Menyiapkan gelas ukur.
2. Menyiapkan cairan buah yang
akan diukur. Pada buah-buah yang kurang berair seperti pisang atau apokat dapat
dimasukan daging buah yang telah dilumatkan sebanyak 2- 3 ml kemudian menambahkan
air aquades sebanyak volume daging buah.
3. Menyiapkan alat hand
refractometer. Mengkalibrasikan alat dengan meneteskan aquades dengan
menggunakan pipet. Bacaan pada harus menunjukan angka nol.
4. Mencatat hasil yang ada
peroleh.
3.2.3
Pengukuran tingkat kekerasan buah.
1. Menyiapkan buah yang akan
diukur.
2. Menyiapkan alat
handrefractometer, set alat pada angka nol.
3. Menekan hand refractometer
pada permukaan buah pada 3 tempat yang berbeda. Mencatat masing-masing hasil
pengukuran yang anda peroleh.
3.2.4
Pengukuran kematangan & kualitas dengan Organoleptik,
Visual, Dan Manual.
1. Mengamati ciri-ciri buah dan
sayur secara visual dan mencatat dalam
table.
2. Menekan kekerasan buah
dengan jari, mematahkan daun, menepuk sesuai jenis buah dan sayur.
3. Belah buah dan memanjang. Mengamati
secara visual.
4. Secara organoleptik anda
dapat mencicip buah kemudian mencatat rasa.
3.2.5 Tugas.
1. Membandingkan kualitas buah
dan sayur dari berbagai cara pengukuran diatas? Apakah anda temukan kaitanya
2. Bagaimana prosedur
operasional alat hand refactometer.
3. Apa dasar / prinsip kerja
alat handrefractometer.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan meliputi kekerasan, kemanisan dan warna buah
disajikan pada tabel berikut.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dhalimi, A. 1990., Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran Segar.
Makalah Pelatihan Kerja sama FAO – Dep. Perdagangan di Jakarta 12-14 Febuari
1990. P. 17-37
Sjaifullah. 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Cetakan Pertama. Jakarta.
P.T. Penerbit Swadaya.
Sutopo. 2011. Penanganan Panen dan Pasca Panen Buah Jeruk. https://kpricitrus.wordpress.com/2011/02/13/penanganan-panen-dan-paska-panen-jeruk/
(diakses pada tanggal 01 April 2016).
SOAL DAN JAWABAN PERTANYAAN
Soal :
1. Membandingkan kualitas buah
dan sayur dari berbagai cara pengukuran diatas? Apakah anda temukan kaitanya
2. Bagaimana prosedur
operasional alat hand refactometer.
3. Apa dasar / prinsip kerja
alat handrefractometer.
Jawaban :
1.
Kaitan mengenai pengukuran yaitu bahwa semakin rendah tingkat
kekerasan buah maka akan semakin mengindikasikan kematangan yang tinggi yang
ditunjukan oleh banyaknya total padatan terlarut.
2.
Cara Pengoperasian alat Hand
Refractometer :
1.
Day light plate dibuka dengan
menggunakan ibu jari.
2.
Day light plate dan prisma
dibersihkan dengan aquades.
3.
Kemudian dilakukan penyekaan
dilakukan secara satu arah dan bebas.
4.
Apabila refraktometer sudah
lebih dari tiga bulan tidak digunakan, bleaching (pemutih 10%) digunakan untuk
membersihkan plat-plat yang terbentuk.
5.
Lalu kalibrasi dilakukan
menggunakan aquades.
6. Aquades diteteskan pada prisma
dan jangan sampai ada gelembung. Apabila terdapat gelembung,
maka akan mempengaruhi nilai ND sehingga pengukura tidak tepat.
7.
Mata melihat hasil pengukuran
dari eye piece hingga ada garis perbatasan antara biru dan putih yang
menunjukkan hasil pengukuran.
8.
Setelah digunakan, prisma dan
day light plate dibersihkan dengan aquades.
9.
Kemudian diseka dengan satu
arah.
10. Refraktometer disimpan kembali di dalam box
(wadah).
3. Prinsip kerja
dari refractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi
cahaya. Adapun prinsip kerja dari refractometer dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Terdapat 3
bagian yaitu : Sample, Prisma dan Papan Skala. Refractive index prisma jauh
lebih besar dibandingkan dengan sample.
2. Jika sample
merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi akan lebar
dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample besar. Maka pada papan
skala sinar “a” akan jatuh pada skala rendah.
3 Jika sample merupakan larutan
pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut refraksi akan kecil karena perbedaan
refraksi prisma dan sample kecil. Pada gambar terlihar sinar“ b” jatuh pada skala besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar