LAPORAN PRODUKSI
TANAMAN BUAH
ACARA VI
“Indeks Panen Buah”
Oleh :
NAMA
: Nico
Dwi Ardiyansah
NPM : E1J013079
Shift :
Senin pukul 14:00-16.00 wib
Dosen
:
Ir. Hermansyah, m.p.
Coas : Ervi Surmaini
LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panen adalah keadaan perkembangan dimana tanaman atau bagian-bagian dari
tanaman telah memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dari
panen. Lebih jauh ketuaan panen dibedakan menjadi dua macam yaitu ketuaan
fisiologis dan ketuaan komersil. Ketuaan panen secara fisiologis adalah ketuaan
dimana tanaman atau bagian-bagian dari tanaman telah mencapai pertumbuhan
perkembangan puncak, tetapi belum memasuki masa penuaan.
Tingkat ketuaan
produk pada saat panen mempengaruhi mutu akhir produk, daya simpan, dan
kemungkinan terjadinya penyimpangan fisiologis. Sebagai misal, buah yang akan
dikonsumsi dalam keadaan matang, bila dipanen pada keadaan masih muda akan
mempunyai warna kulit yang tidak merata ketika matang, rasa yang kurang enak,
aroma yang kurang bila dibandingkan dengan buah yang matang normal, yaitu buah
yang sama tetapi dipanen dalam keadaan tua penuh. Ketuaan yang belum penuh juga
berhubungan dengan pematangan yang tidak merata pada buah mangga, meningkatkan
resiko chilling injury dalam penyimpanan dingin pada buah nenas, dan
perkecambahan prematur pada bawang merah. Sebaliknya, keadaan yang terlalu tua
juga dapat menyebabkan timbulnya hal-hal yang kurang menguntungkan. Selain
berhubungan dengan permintaan pasar dan tujuan penggunaan produk, ketuaan panen
juga berhubungan dengan masa simpan yang diinginkan, waktu dan jarak yang harus
ditempuh dalam transportasi ke tempat pemasaran, dan strategi pemasaran yang
digunakan.
Pada beberapa
jenis buah, mungkin perlu dipanen ketika buah sudah benar-benar tua, tetapi
masih hijau dan keras agar mempunyai waktu yang lebih lama untuk transportasi
ke tempat pemasaran, dan penyimpanan sebelumnya dipasarkan kepada konsumen
akhir. Dalam kaitan dengan strategi pemasaran, panen di awal atau di akhir
musim berpeluan untuk memperoleh harga jual yang lebih baik. Hal ini juga akan
diperhitungkan oleh petani atau pedagang produk hortikultura sehingga mungkin
saja mereka mempercepat atau menuda panen agar dapat menjual hasil panen dengan
harga yang lebih baik.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui tanda-tanda buah matang berdasarkan warna,
kekerasan.
2.
Mahasiswa memahami tanda-tanda buah masak dengan mengukur tingkat kadar gula,
dan tekstur buah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi saat
panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu
jeruk. Umur buah yang optimum untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari
saat bunga mekar. Ciri-ciri buah yang siap dipanen : jika dipijit tidak
terlalu keras; bagian bawah buah jika dipijit terasa lunak dan jika
dijentik dengan jari tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna
kuning untuk jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%. Kadar gula
dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di
kebun. Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen
sekaligus, tergantung pada kematangannya.
Parameter mutu fisik buah yang
menentukan saat pemanenan yang tepat antara lain tekstur, kekerasan atau
kepadatan, berat jenis, kandungan sari buah (juice), warna kulit, kesegaran dan
kebersihan kulit, warna daging buah, ukuran, dan bentuk buah (Sjaifullah,
1996). Sedangkan parameter mutu buah secara kimiawi meliputi kandungan
pati, kandungan gula, keasaaman, kandungan lemak, protein, vitamin, dan
mineral. Pisang biasa dipanen apabila sisir pertama pada tandan sudah terdapat
1-2 buah yang menguning. Pada saat itu pertumbuhan buah sudah mencapai atau
mendekati maksimum, artinya tidak akan membesar lagi (Sjaifullah, 1996).
Berdasarkan pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik
adalah buah yang mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak,
kemudian menurun secara cepat. Buah klimakterik mengalami peningkatan
laju respirasi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik
tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan. Buah
jeruk termasuk non klimaterik, sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir
fase kemasakan buah agar daya simpannya lebih lama (Dhalimi, 1990).
Respirasi menyebabkan buah menjadi masak dan tua yang
ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi antara lain proses
pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan
keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Laju respirasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah
panen. Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila
proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya
terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang (Sutopo, 2011)
III. METODOLOGI
3.1
Bahan Dan Alat
Bahan yang
digunakan yaitu buah apel, buah pisang, buah sawo, buah jeruk, dan buah tomat.
Alat yang
digunakan meliputi Hand Refractometer, Hand Penetrometer dan pH meter.
3.2
Cara Kerja
1. Mengamati warna visual dan
bentuk buah.
2. Menimbang buah yang telah
disediakan.
3. Mencatat hasil pengukuran.
4. Menyiapkan dan mengkalibrasi
alat Hand Penetrometer.
5. Menekan buah dengan arah
horizontal dengan menggunakan Hand Penetrometer hingga alat masuk kedalam buah.
Kemudian membaca hasilnya.
6. Mengulang setiap percobaan
sampai tiga kali.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan meliputi kekerasan, kemanisan dan warna buah
disajikan pada tabel berikut.
Buah
|
Rata-rata Kekerasan (Kg/Cm2)
|
Rata-Rata Tingkat Kemanisan (Brix)
|
Warna (Visual)
|
||||
U1
|
U2
|
U3
|
U1
|
U2
|
U3
|
||
Apel
|
1,4
|
2,5
|
2,1
|
9
|
9
|
9
|
Merah kekuningan
|
Jeruk
|
1,3
|
1,6
|
1,25
|
9
|
9
|
9
|
Kuning kehijauan
|
Tomat
|
1,4
|
1,3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
Merah kekuningan
|
Sawo
|
0,6
|
0,5
|
0,5
|
19
|
16
|
16
|
Coklat
|
Pisang
|
0,6
|
1,2
|
0,25
|
7
|
10
|
10
|
kuning
|
Tabel 1. Hasil pengamatan beberapa variabel.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel pengamatan, variabel yang diamati
meliputi tingkat kemanisan buah, tingkat kekerasan buah dan warna buah.
Pengamatan ketiga variabel tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat
kematangan buah. Buah yang diamati meliputi pisang, sawo, tomat, apel, dan
jeruk. Pengamatan tingkat kekerasan buah pada buah apel rata-rata memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan kekerasan buah lain. Tingkat kekerasan
buah jeruk lebih tinggi dibandingkan nilai kekerasan buah tomat, sawo, pisang
namun lebih rendah dibandingkan nilai kekerasan buah apel. Kemudian tingkat
kekerasan buah tomat lebih tinggi dibandingkan sawo dan pisang namun lebih
rendah dibandingkan jeruk dan apel. Tomat memiliki tingkat kematangan lebih
tinggi dibandingkan jeruk dan apel sehingga tekstur buahnya lebih lunak
dibandingkan apel dan jeruk. Tingkat kematangan buah sawo merupakan buah yang
memiliki kekerasan paling rendah dibandingkan keempat buah yang lain. hal ini
disebabkan karena kematangan buah sawo yang lebih tinggi dibandingkan keempat
buah yang lain sehingga teksturnya lebih lunak. Tingkat kematangan buah pisang
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan buah sawo namun lebih rendah
dibandingkan buah tomat, jeruk , dan apel.
Pengamatan tingkat kemanisan buah dilakukan untuk
mengetahui padatan total terlarut dari masing-masing buah. Tingkat kemanisan
buah apel memiliki nilai padatan total terlarut sama dengan jeruk namun lebih
tinggi dibandingkan buah tomat, sawo dan pisang. Tingkat kemanisan buah tomat memiliki nilai
yang paling rendah dibandingkan keempat buah lain sehingga dapat dipastikan
bahwa sangat sedikit padatan terlarut total dari buah tomat. Kemudian tingkat
kemanisan buah sawo memiliki nilai padatan total terlarut paling tinggi
dibandingkan keempat buah yang lain sehingga sawo merupakan buah yang paling
tingkat kematanganya.
Pengamatan warna buah dilakukan secara visual dengan
cara mengamati secara langsung warna buah. Buah apel memiliki warna yang
cenderung merah kekuningan kemudian buah jeruk memiliki penampilan warna kuning
kehijauan. Buah tomat memiliki warna yang cenderung merah kekuningan. Lalu buah
sawo memiliki warna coklat yang terang dan buah pisang memiliki penampilan luar
berwarna kuning. Pembentukan warna buah pada tanaman dipengaruhi oleh zat yang
dihasilkan pada saat metabolisme. Zat tersebut dipengaruhi oleh intensitas dan
fotoperiode cahaya misalnya , tanaman tomat memiliki warna merah yang
disebabkan oleh zat likopen (pembentuk warna merah) yang dihasilkan dari proses
metabolisme. Zat likopen dipengaruhi oleh pencahayaan setiap harinya. Apabila pencahayaan tanaman tomat kurang,
maka warna merah buah tomat cenderung
lama terbentuk.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Tingkat kematangan buah
dapat dipengaruhi warna dan kekerasan buah. Tingkat kekerasan buah yang tinggi
mengindikasikan bahwa buah tersebut memiliki tingkat kematangan yang masih
rendah. Namun indikator tersebut tidak berlaku pada semua buah. Pengamatan kematangan
berdasarkan warna cukup mudah dilakukan sebab hanya dilakukan secara visual.
2. Pengamatan tingkat
kematangan berdasarkan kadar gula dilakukan dengan mengukur padatan total
terlarut buah. Buah yang paling matang berdasarkan total padatan terlarut yaitu
buah sawo. Buah sawo memiliki tekstur yang paling lunak dan kadar gula yang
paling tinggi dibandingkan keempat buah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Dhalimi, A. 1990., Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran Segar.
Makalah Pelatihan Kerja sama FAO – Dep. Perdagangan di Jakarta 12-14 Febuari
1990. P. 17-37
Sjaifullah. 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Cetakan Pertama. Jakarta.
P.T. Penerbit Swadaya.
Sutopo. 2011. Penanganan Panen dan Pasca Panen Buah Jeruk. https://kpricitrus.wordpress.com/2011/02/13/penanganan-panen-dan-paska-panen-jeruk/
(diakses pada tanggal 01 April 2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar